Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Pusat Jangan Keliru Tetapkan Ex Officio Pimpin BP Batam
Oleh : Putra Gema
Kamis | 13-12-2018 | 11:06 WIB
ampuan-yes.jpg Honda-Batam
Peneliti/Praktisi Hukum di Batam, Ampuan Situmeang. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Rencana Pemerintah Pusat menyelesaikan dualisme kepemimpinan di Batam, menuai kritik dari sejumlah kalangan. Terlebih dengan rencana membuat rangkap jabatan Wali Kota Batam secara ex officio memimpin BP Batam.

Peneliti/Praktisi Hukum di Batam, Ampuan Situmeang menyampaikan, rencana Pemerintah Pusat membuat rangkap jabatan Wali Kota Batam melanggar pasal 21 ayat (3) UU nomor 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam sebagai daerah Otonom. Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya mengikutsertakan Badan Otorita Batam (BP Batam).

Pada ayat (2) disebutkan, status dan kedudukan Badan Otorita Batam yang mendukung kemajuan pembangunan nasional dan daerah sehubungan dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah perlu disempurnakan. Sementara pada ayat (3) disebutkan, hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).

"Pokok persoalannya di sini. Sesuai amanat Pasal 21 ayat (3) UU nomor 53 tahun 1999, PP yang mengatur hubungan kerja Pemko Batam dan Badan Otorita Batam (BP Batam) belum pernah diterbintkan samapai saat ini. Malah yang muncul hanya wacana-wacana yang tak pernah merujuk pada pasal 21 UU 53/1999," kata Ampuan, Kamis (13/12/2018).

Bahkan, sambung Ampuan, pada ayat (4) juga ditegaskan, Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus diterbitkan selambat-lambatnya dua belas bulan sejak tanggal diresmikannya Kota Batam. "Pemerintah Pusat belum jalankan perintah UU ini," ujarnya.

Adapun penjelasan Pasal 21 tersebut, kata Ampuan, keikutsertaan Badan Otorita Batam dimaksudkan untuk kesinambungan berbagai kemajuan pembangunan di kawasan Batam sebagai kawasan industri, alih kapal, pariwisata, dan perdagangan yang selama ini dilakukan oleh Badan Otorita Batam.

Jadi solusi dualisme atau tumpang tinding kewenangan di Batam, kata Ampuan, sudah tegas dan jelas di penjelasan pasal 21 UU Nomor 53 tahun 1999, ayat (3) yang berbunyi: pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam.

"Menghilangkan dualisme, kita sepakat. Tapi tidak menabrak undang-undang. Amanat pasal 21 ayat (3) UU 53/1999 bukan menyatukan kepemimpinan Pemko Batam dengan BP Batam. Harusnya pemerintah pusat dan pemangku kepentingan lainnya paham persoalan ini," kata dia, lagi.

Masih kata Ampuan, menata kelola kewenangan pemerintahan dan pembangunan di Batam tidak dapat dilakukan dengan ex officio. "Ini pasti ada masukan yangg keliru kepada Pak Presiden, Pak Darmin adalah ekonom tidak kapasitasnya menjelaskan ini. UU tidak bisa dianulir dengan PP. Sementara PP 46/2007 hanya menetapkan Batam menyeluruh KPBPBB dan mengalihkan OB menjadi BP Batam," jelasnya.

Dengan penjelasan UU itu, kata Ampuan, BP Batam tidak bisa dirangkap kepemimpinannya oleh Wali Kota Batam, kecuali dipaksakan menjadi bertentangan dengan UU, begitu juga sebaliknya Kepala BP Batam tidak bisa merangkap menjadi Wali Kota Batam.

"Jadi, kalau mau menyatukan, konsekwensinya harus merubah UU 53/1999 itu, melaui senayan atau melalui Perpu. Jika melalui Perpu, tinggal menguraikan alasan kegentingannya saja, jadi Batam Otonomi Khusus," tutupnya.

Editor: Gokli