Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ODGJ dan Hak Mereka Dalam Pesta Demokrasi
Oleh : Redaksi
Selasa | 04-12-2018 | 11:40 WIB
ilustrasi-disabilitas.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi disabilitas. (Foto: Ist)

Oleh Sapri Rinaldi

PESTA demokrasi Pemilu 2019 telah memasuki tahapan kampanye hingga 13 April 2019. Pembeda pesta demokrasi Pemilu 2019 ialah bersamaannya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.

Persiapan supaya pesta demokrasi berlangsung sesuai dengan amanat undang-undang telah dilakukan dari jauh hari. Persiapan tidak hanya oleh kompetitor Pemilu 2019, namun penyelenggara, KPU, telah memulai lebih dahulu.

Beberapa waktu lalu berkembang permasalahan terkait Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sebagai peserta yang berhak memilih dalam Pemilu 2019 nantinya pada 17 April 2019.

Berdasarkan KPU notebene sebagai lembaga penyelenggara, ODGJ akan difasilitasi untuk memilih karena ODGJ pun memiliki hak memilih. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, tentang Penyandang Disabilitas, bahwa penyandang disabilitas mental atau ODGJ juga merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang harus dilindungi hak-haknya.

Awal mula adanya wacana memberikan hak kepada ODGJ sejak 2014. Pada 2014, KPU RI sudah mulai mendaftarkan ODGJ sebagai pemilih dalam Pemilu 2014. Berdasarkan surat Nomor 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/XI/2018, KPU melakukan pendaftaran pemilih dengan gangguan jiwa menjadi bentuk nyata dari realisasi jaminan hak politik yang setara bagi semua warga negara. Selain itu, hak memilih dalam pesta demokrasi merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia (HAM).

Secara yuridis, hak memilih ODGJ diatur pada sejumlah pasal dan undang-undang. Mulai dari Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Ada pula Pasal 5 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan, penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan mempunyai kesempatan yang sama sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR, calong anggota DPD, dan sebagainya.

Hal ini juga dilindungi alam UU Penyandang Disabilitas, utamanya di Pasal 75 ayat (1). Juga pada Pasal 77. Pada Pasal 148 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 dijelaskan bahwa penderita skizofrenia, bipolar, atau depresi beat tidak otomatis kehilangan kapasitas untuk menentukan pilihannya di pemilu.

Kebijakan yang melarang ODGJ untuk berpartisipasi dalam Pemilu sangat bertentangan dengan upaya yang seharusnya dilakukan. Secara sosiologis, perkembangan masyarakat Indonesia, pasca pengesahan UU Penyandang Disabilitas sudah menuju kepada pembentukan lingkungan yang inklusif.

Berbagai kegiatan sudah melibatkan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas mental termasuk dalam ragam penyandang disabilitas, sehingga segala upaya sosialisasi dan peningkatan interaksi penyandang disabilitas dengan masyarakat secara umum juga melibatkan penyandang disabilitas mental.

ODGJ yang mendapatkan hak untuk memilih sebenarnya hanya dapat pada penderita gangguan jiwa non permanen. Hal ini sesuai keputusan perkara oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui adanya kekuatan hukum, KPU berupaya menyediakan sejumlah dukungan tambahan bagi penyandang gangguan jiwa guna menjamin hak politik mereka. Di antaranya sosialisasi dan edukasi mengenai hak politik, pengetahuan mengenai kepemiluan, serta dukungan psikologis dan sosial.

Meninjau telah ditetapkannya mengenai hak untuk mencoblos bagi ODGJ perlu dilakukan persiapan khusus agar tidak adanya pemanfaatan suara yang mampu menciderai pesta demokrasi demi kepentingan kelompok tertentu.*

Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik