Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Pelaksanaan Pungutan BPHTB di Batam

REI: Aturan Mainnya Tidak Ada Jadi Masih Stagnan
Oleh : Andri Arianto
Selasa | 18-01-2011 | 18:05 WIB

Batam, batamtoday -  Ketua Real Estate Indonesia (REI) Kota Batam, Mulia Pamadi menjelaskan aturan main dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) belum berjalan, akibatnya prediksi serapan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 150 Miliar dari sektor tersebut masih stagnan.

"Padahal angka itu cukup besar dibanding sebelum turun kebijakan diserahkan ke daerah," kata Mulia kepada batamtoday di kantornya beberapa waktu lalu.

Sebelum adanya kebijakan tersebut, Mulia menyebut angka yang didapat pemerintah daerah hanya Rp 98 miliar. Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), P Agung Pambudhi mengatakan Pemerintah daerah (Pemda)  malas untuk memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

"Mungkin karena sebagian besar daerah menilai penerimaan BPTHB itu kecil dibanding biaya pemungutannya. Jadi Pemda malas bikin Perda," katanya.

Pemerintah pusat resmi mengalihkan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga menjadi pajak Kabupaten/Kota atau pajak daerah.

Pada 2010, BPHTB yang dapat dihimpun pemerintah pusat pada 2010 diperkirakan mencapai Rp7,3 triliun. Nantinya, Pemkab/Pemkot akan memungut BPHTB tersebut dengan terlebih dahulu menerbitkan payung hukum atas pungutan BPHTB berupa Peraturan Daerah (Perda).

BPHTB menjadi pajak daerah mulai 1 Januari 2011. Sedangkan PBB-P2 menjadi pajak daerah paling lambat 1 Januari 2014, sementara daerah yang telah siap dapat memungut PBB-P2 lebih cepat dari 2014.

Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Herry Purnomo menyatakan pendapatan daerah akan bertambah dengan pengalihan pungutan PBB-P2 dan BPHTB yakni bagi daerah yang telah memiliki Perda.

"Hasil dari pungutan nanti dimasukkan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah [APBD] terlebih dahulu, untuk kemudian disebar untuk membiayai berbagai program Pemda," jelas Herry usai peluncuran Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB di Shangri-La Hotel Surabaya, Kamis, 2 Desember 2010 Silam.

Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB ini dilaksanakan berdasarkan amanat UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Surabaya menjadi kota pilot project penerapan pungutan PBB-P2 mulai tahun 2011. Dengan demikian, mulai 1 Januari 2011, seluruh penerimaan PBB-P2 menjadi pendapatan asli daerah (PAD) kota Surabaya.

Herry juga mengungkapkan, sebanyak 50 daerah sudah menyatakan kesiapannya memungut PBB-P2 dan BPHTB sebab telah memiliki Perda sebagai landasan hukum pemungutan.

Lantas 142 daerah masih menggodok Perda untuk PBB-P2 dan BPHTB. Sebanyak 14 daerah belum mulai menyusun Perda, dan 283 daerah belum ada informasi.

"Kami harap Pemda berkoordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk melengkapi database pajak yang selama ini dipungut pemerintah pusat ini," jelas Herry.

Namun Herry mengingatkan, bagi daerah yang belum memiliki Perda untuk tidak melakukan pungutan. Dengan banyaknya daerah yang belum siap perangkat Perdanya, sumber daya manusia, dan sistem pelaporannya, maka negara berpotensi kehilangan pendapatan menyusul pengalihan pajak ini.

"Nilai potensi kehilangan pendapatan negara ini belum dapat kami sampaikan," kata Herry.