Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sederet Kejanggalan Kasus Perbankan Terdakwa Erlina Melawan BPR Agra Dhana
Oleh : Gokli
Senin | 15-10-2018 | 18:17 WIB
beny-agra-dhana.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Saksi Beny, Direktur BPR Agra Dhana memberikan keterangan di PN Batam atas terdakwa Erlina. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Hari ini, Senin (15/10/2018), genap 90 hari Erlina, mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana, mendekam di dalam penjara setelah didakwa jaksa penuntut umum, melakukan tindak pidana perbankan dan penggelapan dalam jabatan.

"Perjuangan Erlina melawan ketidak adilan atas tuduhan BPR Agra Dhana tidak akan berhenti sampai di sini. Meski perjuangan mendapatkan keadilan itu sulit, tetapi semua itu akan kami lalui," kata Manuel P Tampubolon, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Erlina, mengawali perbincangannya dengan sejumlah awak media, Senin (15/10/2018) di Batam Center.

Pernyataan pertama yang disampaikan Manuel ini bukan tanpa alasan. Mengingat, rangkaian persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam yang kini masih bergulir telah menguak berbagai fakta adanya sederet kejanggalan yang terjadi demi memenjarakan Erlina, seorang ibu beranak tiga.

Pertama, kata Manuel, Erlina dilaporkan ke Polisi dengan tuduhan penggelapan yang mengakibatkan BPR Agra Dana mengalami kerugian Rp4 juta. Namun, pada proses penyidikan, pemeriksaan yang dilakukan bukan mengacu pada laporan penggelapan atas kerugian Rp4 juta tersebut.

"Pemeriksaan bukan sesuai dengan laporkan kerugian Rp4 juta, tetapi lebih mengarah pada kerugian ratusan juta," kata dia.

Setelah dilimpah ke penuntut umum, Kejari Batam, Erlina yang sebelummya tidak ditahan oleh penyidik berubah setelah ditangan jaksa. Di mana, Erlina langsung dijebloskan ke penjara dengan dalih ditakutkan melarikan diri.

"Di sini saja sudah janggal, bagaimana mungkin Erlina melarikan diri, sementara dalam proses penyidikan yang bertahun saja, dia (Erlina) tetap kooperatif dan masih memiliki uang di BPR itu sebanyak Rp929.853.879. Masa gara-gara laporan Rp4 juta, Erlina ditakutkan lari, tak masuk akal," ungkap Manuel.

Ironisnya, setelah perkara dilimpah ke PN Batam, oleh pengadilan diregister dengan nomor B-2389/N.10.11/Euh.2/07/2018, dengan klasifikasi perkara penggelapan. Hanya saja, setelah surat dakwaan dibacakan, tiba-tiba muncul pidana perbankan, yang tidak sesuai dengan laporan awal.

Dalam surat dakwaan, jaksa mengurai bahwa Erlina melakukan pidana perbankan dan penggelapan dalam jabatan dengan adanya audit keuangan yang dilakukan Beny (Manager Marketing) dan Bambang Herianto (Direktur Marketing). Kemudian, adanya laporan hasil pemeriksaan (LHP) khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kita coba ikuti alurnya jaksa, tetapi di persidangan, saksi fakta malah membantah surat dakwaan. Tak satu pun saksi yang mengatakan ada hasil audit keuangan yang digunakan jadi barang bukti untuk membuktikan dakwaan pidana perbankan itu. Bantahan itu disampaikan saksi Bany, saksi Jerry Diamon (Komisaris BPR Agra Dhana) dan saksi lainnya," jelas Manuel.

Soal audit keuangan dan tracing menggunakan matrix, juga diakui jaksa, Rosmarlina Sembiring dan Samsul Sitinjak tidak ada dalam daftar barang bukti maupun berkas perkara. "Bantahan saksi juga dibenarkan jaksa, bahwa barang bukti audit keuangan dan hasil tracing menggunakan matrix sama sekali tidak ada. Ini langsung di hadapan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini," kata Manuel.

Masih kata Manuel, kejanggalan lainnya, mengenai tidak adanya surat izin tertulis dari Bank Indonesia, sesuai amanat UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, khususnya pasal 42 dan 47. Padahal, dalam BAP dan keterangan di persidangan sejumlah saksi dari pihak Bank, membeberkan mengenai rekening tabungan pribadi terdakwa.

"Mulai dari penyidik, saksi, jaksa dan hakim sama sekali tak punya izin tertulis dari Bank Indonesia untuk membuka atau menjelaskan mengenai rekening pribadi terdakwa. Di sini terlihat jelas, ada perbuatan pidana yang dilakukan, demi memenjarakan Erlina," sebutnya, seraya menegaskan usai perkara ini, pihaknya akan melakukan upaya hukum atas perbuatan pidana melanggar UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, khususnya pasal 42 dan 47.

Proses sidang terus berjalan, sejumlah saksi dihadirkan jaksa, terkecuali saksi pelapor yakni Bambang Herianto. Sampai saat ini, jaksa tak mampu menghadirkannya ke persidangan, padahal atas laporkan saksi Bambang Herianto, yang membuat perkara ini menjadi ada dan terdakwa meringkuk di penjara.

"Jaksa berdalih sudah melakukan pemanggilan secara sah dan patut. Tetapi upaya paksa tak kunjung dilakukan, yang muncul ke persidangan malah surat pernyataan Ketua RT. Ini yang menjadi sangat aneh, melapor dan menyampaikan keterangan kepada penyidik bisa, tetapi bersaksi di persidangan, malah tidak mau. Jelas ini sangat janggal," bebernya.

Dalam perkara ini, jaksa masih memiliki dua orang saksi, di luar Bambang Herianto. Kedua saksi itu merupakan pegawai OJK, satu akan menjadi saksi fakta dan satu lagi akan menjadi ahli. "Saya belum tahu apa yang akan disampaikan kedua pegawai OJK ini nantinya dipersidangan," demikian Manuel P Tampubolon.

Editor: Surya