Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kontroversi Pencekalan Sang Habib
Oleh : Redaksi
Sabtu | 29-09-2018 | 16:09 WIB
habib-rizieq-shihab.jpg Honda-Batam
Habib Rizieq Shihab. (Foto: Ist)

Oleh Rivka Mayangsari

PEMBERITAAN soal pencekalan Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) di Arab Saudi telah menggemparkan awak media di tanah air. Tim Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama mengadukan kasus ini kepada Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang intinya memohon perlindungan warga negara Indonesia atas nama HRS yang tidak diperbolehkan meninggalkan Arab Saudi saat mengurus visa untuk ke Malaysia.

Berbagai tanggapan negatif dari para tokoh dan pendukung FPI terhadap pemerintah Indonesia kian mewarnai pemberitaan media. Sekjen Koordinator Pelaporan Bela Islam Novel Bamukmin bahkan beranggapan bahwa pemerintah Indonesia ada dibelakang kasus pencekalan ini.

Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menanggapi adanya campur tangan pemerintah Indonesia terhadap kasus tersebut. Dirinya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia secara kebetulan punya sikap ketidaksukaan terhadap Habib Rizieq.

Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Syeikh Abdullah Ossama, saat diwawancarai TV One mengatakan bahwa tidak bolehnya HRS ke Malaysia oleh pemerintah Arab Saudi. Hal ini dilakukan karena alasan faktor keamanan HRS. Pihak Malaysia mengklaim tidak bertanggung jawab apabila terjadi penangkapan atau pembunuhan terhadap HRS, sehingga Arab Saudi melarang HRS berangkat. Meski telah dilakukan klarifikasi yang membuktikan bahwa sesungguhnya kejadian tersebut tidak ada kaitannya dengan pemerintah Indonesia.

Namun, masih terdapat pihak yang menuduh bahwa pemerintah Indonesia ikut berperan dalam pencekalan terhadap HRS.
Melihat kasus tersebut, sudah sepatutnya menjadi perhatian tersendiri bagi publik untuk memilah setiap informasi yang didapat.

Isu pencekalan HRS telah dimaanfaatkan kelompok kepentingan untuk menyerang pemerintahan Jokowi. Sesuai Pasal 20 UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, menyatakan bahwa fungsi perwakilan RI melindungi kepentingan negara dan WNI yang berada di negara akreditasi. Bila mengacu pada pasal 20 tersebut, suatu hal yang mustahil apabila Pemerintah tidak ikut berperan terhadap keamanan Rizieq selama berada di Arab Saudi.

Setiap orang memang bebas untuk menyampaikan pendapatnya, namun harus berdasarkan fakta yang utuh dan tidak hanya sebagian saja. Berpikir kritis terhadap setiap pemberitaan yang beredar menjadi modal utama memberantas hoax terutama dalam tahun politik seperti saat ini.

Memperluas pengetahuan tidak hanya dari pemberitaan sementara saja, namun sejarah dan pengetahuan dalam kehidupan bernegara juga perlu dipahami sebelum terjun ke dalam forum publik.*

Penulis adalah Mahasiswi Fisip Universitas Tirtayasa Banten