Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sebelum Berangkat ke Istana

Para Tokoh Lintas Agama Sore Akan Bertemu di Tebet
Oleh : Tunggul Naibaho
Senin | 17-01-2011 | 13:07 WIB
dengar_pendapat_edit3.JPG Honda-Batam

MELAWAN KEBOHONGAN - Pertemuan Denga Pendapat Publik yang digagas Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan, di Kantor Persatuan Gereja_Gereja Indonesia di Salemba, Jmuat 14 Janurii 2011. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Sebelum memenuhi undangan Istana pada pukul 20.00 WIB malam nanti, rencananya sore ini pukul 16.00 WIB, Senin 17 januari 2011, para tokoh lintas agama (TLA) akan bertemu dulu di kantor sekretariat Maarif Institute di Jl Tebet Barat Dalam II No. 06 Tebet, Jakarta Selatan.

Rencana pertemuan itu disampaiakan Direktur Operasional Maarif Institute, Endang Tirtana kepada batamtoday per telepon, hari ini.

"Rencananya, akan ada pertemuan di Tebet, sore ini pukul, 16.00 WIB," kata Endang. Meski demikian, Endang belum bisa memastikan, apakah pertemuan sore jadi atau tidak. karena para TLA masih saling berkomunikasi.

"Para tokoh lintas agama masih saling berkomunikasi," ulang Endang.

Tentang apa agenda pertemuan itu, Endang belum bisa memastikan. Namun yang jelas, Buya Maarif (Ahmad Syafii Maarif) dipastikan absen dalam rencana pertemuan dengan pihak Istana.

Mengenai ketidakhadiran Buya Maarif, karena yang bersangkutan sedang berada di Jogyakarta.
"Buya sedang berada di Jogya, kebetulan sedang di Jogya, jadi tidak bisa hadir," kata Endang.

Namun demikian, pihak Maarif Institute sendiri dalam keterangan persnya menghimbau agar para TLA menunda dulu pertemuan dengan pihak Istana, karena para TLA masih butuh waktu untuk menyerap lebih banyak aspirasi masyarakat dan menginventasris data-data kebohongan pemerintah.

"Saya pikir para tokoh agama ini masih butuh waktu untuk menyerap aspirasi publik terkait data-data kebohongan pemerintah," ujar Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, kemarin malam 16 Januari 2011.

Penunda pertemuan tokoh lintas agama dengan Presiden, kata Fajar,  bukan berarti menolak dialog, justru agar dialog lebih berkualitas, dan itu membutuhkan keseriusan dari kedua belah pihak. Jadi bukan dialog untuk semata-mata menyelamatkan citra,