Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengusaha Ini Sebut Terdakwa Gelapkan Rp4 M Bukan untuk Pengurusan Peningkatan IUP Operasi Produksi
Oleh : Roland Hasudungan Aritonang
Kamis | 08-03-2018 | 18:14 WIB
Hok-hie-di-persidangan.jpg Honda-Batam
Hok Hie (baju kemeja putih), korban saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang (Foto: Roland Hasudungan Aritonang)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Hok Hie, Direktur Utama sekaligus owner PT Murah Labuhan Berlian, yang bergerak pada pertambangan biji besi ini menyebut terdakwa Agustinus Matius Dimel selaku Direktur Utama PT Mandiri Yakin, telah menggelapkan uang pengurusan peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi sebesar Rp4 miliar.

Hal ini diungkapkan Hok Hie saat ia menjadi saksi korban di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu(7/3/2018) malam. Dalam persidangan, Hok Hie mengatakan terdakwa melakukan penipuan terkait masalah kerja sama dengannya.

Kejadian itu berawal saat perkenalannya dengan terdakwa pada Agustus 2011 lalu, yang dikenalkan Kepala Dinas Katingan, Kalimantan Timur, Rentas. Perkenalan itu karena ada tambang biji besi yang dekat dengan perusahaan korban, sehingga akhirnya berkerja sama dengan perusahan terdakwa.

"Saya ada kerja di sana dengan lokasi yang ditawarkan oleh terdakwa tidak jauh dan bisa diakses atas rekomendasi Kadis tadi," ujar Hok Hie.

Hok Hie menjelaskan, Kadis Pertambangan itu hanya mengenalkan saja, sehingga dirinya melihat lokasi yang ditawarkan terdakwa. Potensinya sangat bagus, selain itu juga terdakwa mengatakan lokasi di tempatnya kadar emasnya luar biasa.

"Karena saya sudah melihat lokasinya yang tidak jauh dari perusahan, saya tertarik dan percaya, disepakati pertambangan biji besi. Artinya terdakwa pemilik izin IUP Eksplorasi dan saya kontraktor tunggal yang bekerja di lokasi itu, dituangkan dalam akta perjanjian kerja sama dan dilegalisir oleh Notaris," kata Hok Hie.

Menurutnya, pada waktu dilegalisir oleh Notaris Agnes Widarno yang beralamat di daerah Batam pada tanggal 28 November 2011 lalu, disebutkan dalam surat perjanjian kerja sama itu, waktu yang ditentukan harus bisa dipenuhi dalam waktu 6 bulan sejak surat perjanjian itu disahkan oleh Notaris.

"Dengan begitu, dalam waktu 6 bulan terdakwa harus bisa meningkatkan IUP Ekplorasi menjadi IUP Operasi Produksi, maka dari itu saya mau berkerja sama," ucapnya.

Hok Hie mengungkapkan, setelah surat perjanjian itu disahkan oleh Notatis, modal awalnya membantu untuk pengurusan izin pertama sebesar 250 ribu USD atau jika rupiahkan sebanyak Rp3 miliar yang diterima oleh terdakwa, disertai kwitansi pada 28 Oktober 2011.

"Saya serahkan di Singapura dan yang menyaksikan pegawai saya, Bundra, yang disertai oleh kwitansi dan bisa saya buktikan," tuturnya.

Namun setelah itu, terdakwa malahan terus menerus meminta uang kepada korban dengan iming-iming untuk pengurusan peningkatan IUP Ekplorasi menjadi IUP Operasi Produksi sebanyak 8 kali, dari tanggal 28 Oktober 2011 sampai 6 Maret 2013 yang ditransfer ke rekening terdakwa.

"Jumlah keseluruhan mencapai Rp1.025.000.000, tetapi setelah itu saya tidak percaya lagi dengan terdakwa, meskipun terdakwa tetap meminta uang kepada saya, tapi saya tidak percaya lagi. Sehingga total kerugian yang saya alami mencapai Rp4 miliar," ungkapnya.

Merasa dirinya ditipu, akhirnya korban mencari tahu terkait pengurusan IUP Operasi Produksi dan ternyata terdakwa melakukan pedaftaran pengurusan pada tanggal 9 Juli 2013 lalu.

"Peningkatan itu didaftarkan terdakwa setelah saya dengar dari Dinas Pertambangan setempat," katanya.

Hingga akhirnya korban melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Namun setelah dilaporkan dengan dugaan penggelapan, korban mendengar izin IUP Operasi Produksi telah terbit pada tanggal 22 April 2014.

"Saya berkali-kali bertemu dengan terdakwa dan mencari solusi agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, namun terdakwa sedang berusaha. Namun lagi-lagi terdakwa selalu meminta dana pengurusan dan kalau tidak diberikan maka tidak akan dibuatkan," ungkapnya lagi.

"Terdakwa masih meminta uang lagi dengan saya sekitar Rp250 juta, tapi saya stop. Kalau ada niat baik kita bisa selesaikan," pungkasnya.

Mendengar keterangan saksi korban ini, Ketua Majelis Hakim Iriati Khoirul Ummah SH yang didampingi oleh Majelis Hakim Anggota Jhonson Sirait SH dan Hendah Karmila Dewi SH menunda persidangan selama satu pekan mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.

Editor: Udin