Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BP Batam Tegaskan Belum Ada Keputusan Penghapusan UWTO
Oleh : Nando Sirait
Kamis | 08-03-2018 | 08:50 WIB
lukita-tentang-uwto.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kepala BP Batam, Lukita Dinansyah Tuwo, menyampaikan terkait UWTO, Rabu (07/03/2018) sore di Gedung BP Batam (Foto: Nando Sirait)

BATAMTODAY.COM, Batam - Permasalahan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) saat ini telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani. Nantinya, permasalahan ini akan dibahas bersama dengan Presiden Joko Widodo untuk mengambil keputusan, apakah UWTO akan dihapuskan atau tidak.

Permasalahan UWTO yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat Kota Batam ini sendiri, sebelumnya dibahas dalam Rapat Koordinasi tentang BP PBPB Batam, Selasa (06/03/2018) di Kantor Kemenko Perekonomian.

"Dalam rapat yang dilaksanakan semalam, kami dari BP Batam hanya menyampaikan fakta dan data. Data yang kami sampaikan sendiri di antaranya berapa persen luas areal pemukiman di Batam, lokasi pemukiman ada di mana saja, dan berapa jumlah tagihan UWTO untuk masing-masing wilayah," ujar Kepala BP Batam, Lukita Dinansyah Tuwo, Rabu (07/03/2018) sore, di Gedung BP Batam.

Mengenai biaya UWTO untuk masing-masing wilayah, Lukita menyampaikan, bahwa sesuai dengan Perka no 1 Tahun 2018, kawasan Nagoya menjadi kawasan dengan nilai UWTO tertinggi mencapai Rp6.000/m2 per tahun, sementara kawasan Sekupang menjadi wilyah dengan nilai UWTO terendah dengan nilai Rp2.200/m2 per tahun.

Disinggung mengenai apakah UWTO akan dihapuskan, Lukita menyampaikan hal ini bukan lagi wewenang dari pihak BP Batam. Di mana hal ini sendiri akan diputuskan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

"Hal itu bukan lagi wewenang kami, nanti apa yang kami sampaikan ke Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan akan dibahas bersama dengan Pak Presedien," tuturnya.

Namun, ia memastikan, dari hasil rapat yang dilakukan di Kantor Kemenko Perekonomian tersebut, salah satu hasil rapat ialah proyek pembanguan rumah vertikal yang akan masuk menjadi proyek pembangunan nasional.

"Untuk proyek ini kami hanya akan menyediakan dan menunjuk lahan, sementara pengerjaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)," lanjutnya.

Lukita juga menanggapi adanya permintaan dari Rukun Khazanah Warisan Budaya, yang meminta agar penghapusan UWTO dan pemberian hak milik lahan bagi warga di wilayah Kampung Tua. Namun ia kembali menegaskan, bahwa seluruh lahan yang ada di Batam adalah milik negara.

Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) no 41 tahun 1970. Dalam keputusan tersebut berisi mengenai proses jual beli lahan, serta biaya ganti rugi lahan yang dimiliki oleh masyarakat Kota Batam dalam tujuan menjadikan Batam menjadi kawasan industri yang telah dirancang sebelumnya.

"Pada masa itu telah terjadi proses jual-beli yang legal antara pemilik lahan dengan negara, jadi tidak ada yang namanya hak milik di Batam. Saat ini kita hanya mengenal adanya hak pengelolaan lahan dan hak guna bangunan. Inilah salah satu dasar adanya UWTO, di mana hasil dari UWTO ini sendiri kami gunakan untuk pembangunan infrastruktur ke pemukiman, pematangan lahan dan pembersihan lahan," ungkapnya.

Setelah adanya proses jual-beli antara negara dan pemilik lahan terdahulu, kemudian negara menunjuk BP Batam sebagai pengelola seluruh lahan hingga saat ini.

Adanya proses jual-beli lahan antara negara dan pemilik lahan tersebut, sebelumnya juga sempat dinyatakan oleh Ketua RKWB Batam, Machmur Ismail, dalam press confrence yang dilaksanakan di Restaurant Love Seafood Batam Center, Selasa (06/03/2018) kemarin.

"Pada masa itu masih zaman di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, orang-orang tua kami diajak untuk bernegosiasai dalam pelepasan dan penjualan lahan yang dimiliki oleh warga pertama yang tinggal di Batam. Pada saat itu, harga beli yang ditawarkan oleh negara kalau tidak salah Rp10 per meter nya," ungkapnya.

Editor: Udin