Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengamat Nilai Penetapan Sultan Jadi Gubernur DIY Tak Langgar Konstitusi
Oleh : Surya
Kamis | 22-12-2011 | 18:05 WIB
Ngarsa-Dalem.gif Honda-Batam

Sri Sultan Hamengku Buwono X saat berjabat tangan dengan awak Batam Today beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, batamtoday - Penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari demokrasi dan tidak melanggar konstitusi karena penetapan kepala daerah bagi Yogyakarta adalah bagian dari keistimewaan yang diberikan oleh negara.

"Pakar hukum tata negara, Irman Putrasidin mengemukakan pendapatnya dalam dialektika Rancangan Undang-Undang  Daerah Istimewa Yogyakarta di DPR RI Jakarta Kamis (22/12). Selain Irman, turut menyampaikan sebagai pembicara Ryaas Rasyid dan Satya Arinanto. Ketiga pembicara menyimpulkan tidak keberatan mengenai status Kepala Daerah DI Yogyakarta melalui penetapan dan bukan melalui pemilukada seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Irman menilai keputusan DPRD DI Yogyakarta telah menetapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai kepala daerah setempat dan telah disosialisasikan ke berbagai daerah di Indonesia dan tidak terdapat adanya keberatan terhadap keputusan DPRD DI Yogyakarta. Dengan demikian kata Irman, tidak perlu lagi diributkan harus disamakan melalui pemilukada.

Pemilukada diadakan dalam rangka perubahan untuk menjadi lebih baik. Perubahan dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki sesuatu melalui undang-undang. "Khusus bagi Yogyakarta yang mempunyai keistimewaan sudah menetapkan keputusannya dalam menentukan kepala daerahnya bukan melalui  pemilukada, tetapi dengan penetapan DPRD sebagai aspirasi rakyatnya. Apalagi setelah keputusan itu tidak ada keberatan dari pihak luar. Jadi serahkan saja keputusan itu kepada rakyat Yogyakarta,"ungkap Irman Putrasidin.

Politik tarik ulur

Ryass Rasyid menilai mandegnya pengesahan RUU Keistimewaan DI  Yogyakarta karena adanya sikap politik tarik ulur dari penguasa. Namun, tambahnya ada kemungkinan RUU ini dianggap tidak penting atau ada sengaja yang ingin menunda. "Itulah politik ulur waktu,"tukas Ryaas.

Dia mengingatkan, kalau hal itu atau masalah penetapan  kepala daerah DI Yogyakarta sengaja diulur-ulur, maka dampaknya adalah ketidakpastian yang berujung pada ketidakstabilan masyarakat Yogyakarta, ujar Ryaas.