Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Catatan Assesor Kompetensi Wartawan Indonesia

20 Menit Bombardier CRJ1000 Bermanuver di Langit Mamuju
Oleh : Saibansah
Selasa | 02-01-2018 | 14:50 WIB
peserta_ukw_madya.jpg Honda-Batam
Wartawan BATAMTODAY.COM bersama dengan para peserta UKW Jenjang Madya. (Foto: Ist)

BERMANUVER selama dua puluh menit di langit Mamuju Sulawesi Barat, di dalam lambung Pesawat Bombardier CRJ1000 milik maskapai Garuda Indonesia, menjadi pengalaman mendebarkan assesor Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Bagaimana manuver itu? Berikut catatan assesor UKW yang juga wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani.

Rabu, 27 Desember 2017, pukul 05.30 WIB untuk pertama kali saya naik pesawat Bombardier CRJ1000 milik maskapai Garuda Indonesia. Pesawat 'mirip' paralon panjang itu akan menerbangkan saya dari Bandara Internasional Juanda Surabaya menuju Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Baca: Enam Jam Meliuk di Antara Ratusan Truk Batubara

Lalu, dari Makassar pesawat yang sama itulah yang menerbangkan saya menuju Mamuju Sulawesi Barat pada pukul 10.00 WIB, untuk menguji wartawan Mamuju dari tanggal 27 s/d 28 Desember 2017. Ini memang ujian kompetensi di ujung tahun 2017. "Sesungguhnya, tahun ini kita tidak punya agenda menggelar uji kompetensi, tapi karena desakan teman-teman, maka UKW ini kita gelar," ujar Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sulawesi Barat, Naskah M Nabhan.

Saat pesawat berangkat, cuaca saat berangkat dari bandara paling mewah di Indonesia Bagian Timur itu cerah. Tapi, dalam perjalanan selama satu jam itu, ternyata awan telah bertaburan di langit Mamuju Sulawesi Barat. Karuan saja, guncangan demi guncangan pun terjadi. Penerbangan saat itu mirip seperti naik pompong menuju Pulau Penyengat dari Tanjungpinang.

Segala macam do'a tampak dirapal di bibir para penumpang, termasuk saya. Beberapa kali pramugari mengumumkan cuaca yang buruk dan mengingatkan penumpang untuk mengencangkan seat belt dan tidak ke toilet. Suasana di lambung 'paralon' Bombardier CRJ1000 itu tak ubahnya di ruang sidang dengan agenda menunggu vonis. Tegang!

Ketegangan semakin menjadi, saat Bombardier CRJ1000 hendak mendarat. Saya melihat landasan tak lebih dari tinggi gedung berlantai tiga. Semakin mendekati landasan pacu, goncangan pesawat paralon itu semakin kuat. Persis pompong yang dihantam ombak. Sejurus kemudian, pilot Bombardier CRJ1000 yang saya lupa namanya itu pun kembali menarik tuas. Pesawat pun kembali melambung ke udara.

Lalu bermanuver selama sekitar dua puluh menit. Semakin tegang saja penumpang, hening. Ternyata, tidak hanya kami yang berputar-putar di langit Mamuju saja yang tegang, rombongan panitia UKW PWI Sulawesi Barat yang menunggu kami di Bandara Tampa Padang pun demikian. "Mengapa pesawat terbang lagi?"

Selang sepuluh menit setelah berputar-putar melintas pegunungan Mamuju, suara pilot terdengar. "Para penumpang yang terhormat, kita tadi akan mendarat, tapi terjadi perubahan arah angin yang di luar batas kemampuan pesawat untuk mendarat. Maka, kita sekarang menunggu perubahan arah angin," demikian bunyi suara pilot itu.

Hujan semakin lebat. Pesawat mirip paralon itu pun terbang merendah, meliuk di antara pegunungan Mamuju. Lalu semakin rendah menembus hujan. Kali ini goncangannya tak seperti semula. Dan roda pesawat pun akhirnya menyentuh landasan pacu yang licin, agak sedikit ada hentakan. Lalu, penumpang pun bertepuk tangan memuji kelihaian pilot Bombardier CRJ1000 mendarat mulus. Alhamdulillah...

Hujan masih lebat. Para penumpang harus antre turun dengan payung yang dibagikan satu persatu. Selamat datang di Mamuju, kota yang tak jemu untuk bertemu. Mamuju, bukan maju mundur jurang, tapi maju mundur jujur. *

Editor: Dardani