Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gerindra, PKS dan PAN Diprediksi Berkoalisi Lawan Jokowi 2019
Oleh : Redaksi
Jumat | 29-12-2017 | 10:03 WIB
koalisi.jpg Honda-Batam
Gerindra dan PKS patut jadi perhatian serius Jokowi di Pilpres 2019. (Sumber foto: ANTARA)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN) resmi berkoalisi menyongsong Pilkada serentak 2018.

Ketiga parpol ini sudah mengumumkan lima bakal calon gubernur di lima daerah yang menggelar pilkada tahun depan, yakni Jawa Barat, Sumatera Utara, Maluku Utara, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun menilai, langkah PKS, Gerindra, dan PAN berkoalisi di Pilkada sebagai langkah awal mempersiapkan koalisi di agenda besar berikutnya, yakni Pilpres 2019.

"Nampaknya mereka belajar dari pengalaman Jakarta di mana mereka memenangkan kontestasi. Mereka akan mempersiapkan (koalisi) untuk agenda kontestasi Pilpres 2019," ungkap Ubedillah.

PAN boleh jadi saat ini tampak plinplan merapat ke kubu pemerintah atau oposisi. Bagaimanapun, soliditas koalisi ketiga parpol ini diprediksi akan menjadi lawan serius bagi Joko Widodo di Pilpres 2019. Pasalnya, mereka akan belajar dari pengalaman Pilpres 2014. Ketika itu, mereka yang mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa keok oleh pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Mereka akan jadi lawan yang tangguh buat Jokowi, karenanya saya kira perlu ada strategi dari Jokowi untuk menghadapi lawan yang cukup solid itu," ujar Ubedillah.

Ubedillah memprediksi koalisi ketiga partai tersebut makin erat menjaga hubungan politik selama gelaran Pilkada serentak 2018 hingga momentum Pilpres 2019. Ia melihat ada beberapa faktor yang membentuk soliditas koalisi ini.

Pertama, ketiga parpol tersebut memiliki faktor pengalaman politik yang sama. Soliditas ini dibentuk karena ketiga parpol ini sama-sama pernah jatuh bangun bersama dalam berkoalisi di momentum politik besar seperti Pilpres 2014 dan Pilgub DKI Jakarta 2017.

"Peristiwa Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017 akan membuat mereka solid. Mereka belajar banyak dari ini. Ada pengalaman politik yang sama," ujar Ubedillah.

Faktor kedua, ketiga parpol tersebut memiliki persinggungan kultur politik yang saling melengkapi satu sama lain. Kedekatan kultur politik ini dianggap sebagai titik temu yang sama untuk soliditas koalisi.

"Semisal PAN dan PKS memilki kesamaan kultur Islam dalam tradisi politiknya, sedangkan PKS dan Gerindra memiliki relasi koalisi yang cukup intens," ucapnya.

Modal Kekuatan Koalisi

Ubedillah mengatakan soliditas koalisi tersebut bisa ditransformasikan menjadi modal kekuatan politik yang cukup penting untuk bertarung pada Pilkada serentak 2018 maupun Pilpres 2019 mendatang. Setidaknya ada tiga modal kekuatan politik mereka.

Pertama, koalisi ini akan diuntungkan dari posisi mereka sebagai oposisi pemerintah. Ubedillah menyebut koalisi ini tak punya beban saat mengkritik kebijakan dan program pemerintah yang tidak populis di mata masyarakat.

Peran antitesis pemerintah yang dimainkan parpol koalisi ini secara tak langsung berpotensi menaikkan bobot elektoral pada Pemilu 2019.

"Ketika masyarakat yang kecewa dengan pemerintah yang berkuasa, mereka punya pilihan lain yaitu koalisi PKS, PAN, dan Gerindra. Jadi ada kanal bagi pemilih itu untuk menjatuhkan pilihannya pada kelompok ini," ungkapnya.

Modal kekuatan kedua, yakni modal simbolik ketokohan yang dimiliki masing-masing parpol. Modal semacam ini penting dimiliki dalam kontestasi politik semacam pilkada atau pilpres untuk meraih simpati masyarakat.

Misalnya, Gerindra memiliki ketua umum Prabowo Subianto sebagai tokoh sentral dalam partai tersebut. Lalu PAN memiliki figur Amien Rais dan Zulkifli Hasan sebagai aktor penting partai. Sedangkan PKS memiliki tokoh Hidayat Nur Wahid dan Sohibul Iman.

"(Tokoh-tokoh) itu jadi representasi dari model politik yang ada di Indonesia. Gerindra kan modelnya bisa merangkul kalangan nasionalis militer, nah PKS cenderung model Masyumi yang politik religius dan PAN ini bisa merangkul kelompok moderat," kata Ubedillah.

Modal terakhir adalah mesin politik yang militan. Ubedillah mengungkapkan, ada tiga partai politik yang terkenal memiliki kader dan simpatisan yang paling militan di Indonesia. Mereka adalah PDI Perjuangan, Gerindra, dan PKS.

Tanpa menghitung PDIP, Gerindra dan PKS menggabungkan mesin politik mereka untuk memainkan banyak peran yang signifikan dalan konstetasi pemilu. Predikat itu menurutnya cerminan dari Pilpres 2014 silam.

"Gerindra dan PKS itu partai yang memiliki mesin politik cukup militan dan khas, dan itu diakui oleh lawan-lawan politiknya. Bagaimana mereka menggerakan massa saat kampanye, saat di TPS, mesin politik (mereka) cukup militan," ungkapnya.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Udin