Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Selama Ekonomi Batam Sakit Parah, Pertumbuhan Perekonomian Kepri akan Rendah Terus
Oleh : Irawan
Rabu | 13-12-2017 | 15:26 WIB
Haripinto23.gif Honda-Batam
Senator Haripinto Tanuwdijaja, Anggota Komite IV DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komite IV DPD RI Haripinto Tanuwidjaja asal Kepulauan Riau (Kepri) menegaskan, selama ekonomi Batam masih dalam keadaan 'sakit parah', maka pertumbuhan perekonomian Provinsi Kepri masih akan terus rendah.

 

"Fakta empiris menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Kepri sangat dipengaruhi oleh kinerja perekonomian Kota Batam. Hampir 71% roda perekonomian Kepri, ditentukan oleh geliat ekonomi di Kota Batam," kata Haripinto di Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Menurutnya, jika pertumbuhan ekonomi Batam meningkat 1%, maka perekonomian Kepri akan meningkat 0,76 %, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini terjadi karena hampir 69% investasi Kepri terjadi di Batam, 31% sisanya tersebar di 6 kab/kota lainnya.

"Jadi tidak mengherankan, bila kondisi perekonomian Batam saat ini 'sakit parah,, maka perekonomian Kepri juga akan ikut mengalami imbasnya," kata Senator asal Kepri ini.

Karena itu, ia menilai capaian pertumbuhan ekonomi Kepri pada Semester I 2017 hanya 1,52%, terendah sepanjang sejarah Kepri yang meleet dari target pertumbuhan ekonomi Kepri 2017: 5,85 % (RPJMD Kepri),

"Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri pada semester I lalu disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan di tiga sektor utama yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian di Kepri. Sektor industri pengolahan turun 0,44%, sektor konstruksi turun 0,06% dan sektor pertambangan/penggalian turun 4,32 %," katanya.

Sementara dari sisi pengeluaran, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang selama ini menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Kepri mengalami penurunan sebesar 2,20%. Sedangkan APBD yang diharapkan dapat berfungsi sebagai stimulus, belum dapat memainkan perannya, seiring dengan menurunnya konsumsi pemerintah yang cukup signifikan pada triwulan II lalu, yakni turun sebesar 6,66 %.

"Jadi target pertumbuhan ekonomi (PE) Kepri tahun 2017 yang sebesar 5,85% nampaknya hampir mustahil bisa dicapai. Pemprov Kepri perlu merevisi target PE 2017 ke angka yang lebih realistis, mungkin pada kisaran 2 - 4 %," katanya.

Dari target baru itu, lanjutnya, perlu dibuat skenario pertumbuhan masing-masing sektor/kategori untuk triwulan III dan IV sebagai panduan bergerak.

"Berdasarkan target baru tersebut, seluruh perangkat di pemerintahan daerah perlu fokus untuk mewujudkannya," tandas Haripinto.

Industri pengolahan
Pada kesempatan ini, Haripinto mengungkapkan, 91 persen perekonomian Kepri bertumpu pada industri pengolahan, sehingga jika industri pengolahan Batam mengalami collapse akan langsung berimbas pada perekonomian Kepri.

"Sektor industri pengolahan di Batam menyumbang 86,38% dari total sektor industri pengolahan di Kepri, dan 8,04% lainnya disumbang oleh Bintan. Sebanyak 91% dari keseluruhan perekonomian Kepri bertumpu pada industri pengolahan," katanya.

Sementara dari sisi konsumsi, menurut Haripinto meski level konsumsi riil setiap penduduk cenderung meningkat di Kepri, namun pertumbuhan (yoy) menunjukkan perlambatan.

Pada triwulan kedua tahun 2016 lalu pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita masih tumbuh 5,52 %, namun di triwulan kedua tahun ini hanya tumbuh 3,70%.

Di level masyarakat menengah ke atas, menurunnya tingkat pertumbuhan konsumsi ini mungkin bisa saja karena mereka menahan diri untuk membelanjakan pendapatannya.

Namun di level masyarakat menengah ke bawah perlu dicermati secara serius apa yang menjadi penyebabnya, termasuk dugaan banyak pihak bahwa daya beli masyarakat sedang menurun.

"Apapun yang menjadi penyebabnya, pemerintah (pusat dan daerah) perlu mendalami secara serius dan melakukan langkah-langkah antisipasi agar situasi tidak semakin memburuk," katanya.

Editor: Surya