Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Dugaan Korupsi BPHTB Rp1,5 M di BPN Batam

JPU Ngotot, Polda Kepri akan Minta Supervisi Lagi ke KPK
Oleh : Redaksi
Sabtu | 02-12-2017 | 18:50 WIB
Supervisi-KPK,-Polda-dan-Kejati12.gif Honda-Batam
Sejumlah anggota KPK dan staf Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR-BN) saat pulang usai melakukan supervisi dan gelar perkara di Kejati Kepri beberapa waktu lalu (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, BATAM - Polda Kepri akan meminta kembali dilakukan supervisi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi yang menyerat Bambang Supriyadi, mantan Kepala Seksi (Kasi) Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Nasional (BPN) Batam, yang diduga merugikan negara Rp1,5 miliar.

"Kita akan minta kembali KPK melakukan supervisi," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri, Komisaris Besar Polisi Budi Suryanto kepada BATAMTODAY.COM, kemarin di Bandara Internasional Hang Nadim Batam.

Bambang, akan terus berstatus tersangka. Sebab, kasus dugaan korupsi Rp1,5 miliar dari Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) masih terjadi azas penafsiran hukum antara penyidik Tipikor Polda Kepri dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Kepri.

Supervisi yang digelar di KPK beberapa waktu lalu jelas hasilnya terjadi kurugian negara. KPK juga berpendapat yang sama dengan penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Kepri.

Berselang itu, penyidik KPK juga telah turun langsung ke Kantor Kejati Kepri menanyakan hasil perkembangan dugaan korupsi BPN Batam ini.

"Jaksa masih mempertahankan pendapatnya, pelanggaran administrasi tentang perpajakan. Makanya kita minta sekali lagi disupervisi," ujar Budi.

Kasus korupsi di BPN Kota Batam tersebut mencuat setelah pihak kepolisian menerima adanya informasi dugaan Kasi BPN Kota Batam, Bambang Supriyadi, "menilap" uang Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hasil setoran dari PT Karimun Pinang Jaya sebesar Rp1,5 miliar.

Penyetoran uang tersebut terjadi pada tahun lalu. Setelah menemukan cukup bukti dan keterangan dari para saksi, pada Oktober 2016, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Kepri menetapkan Bambang sebagai tersangka korupsi BPHTB.

Beberapa waktu lalu, Budi mengatakan, kasus ini bisa dibilang modus kasus korupsi yang cukup langka. Di mana biasanya korupsi dilakukan dengan melakukan "mark-up" barang, atau anggaran. "Kalau ini, uang harusnya jadi milik negara. Tapi dikorupsi, sehingga negara menjadi rugi," ungkapnya.

Diam-diam, tanpa memberi tahukan kepada penyidik tipikor, Bambang mengembalikan uang yang diduga hasil korupsi BPHBTB tersebut, namun hal ini tak membuat pihak kepolisian menghentikan pemeriksaan dan penyelidikan sampai kasus ini bergulir ke KPK.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Asri Agung Putra, mengatakan tidak ditemukannya unsur dan delik pidana korupsi dalam kasus tersebut, serta tidak adanya tindak lanjut dari BAP perkara yang telah dikembalikan Jaksa Peneliti dengan petunjuk.

"Dari penelitiaan berkas yang dilakukan jaksa dari awal sampai pada ekspos terakhir, telah kami katakan kalau kasus BPN Batam ini tidak masuk dalam delik korupsi, tetapi merupakan kasus pajak yang aturan dan mekanismenya harus dilakukan dengan UU Pajak dan Retribusi Daerah," ujar Asri Agung, Rabu (11/10/2017).

Harusnya, lanjut Asri Agung, pihak penyidik dapat lebih jeli melihat fakta dan peristiwa hukum dari kasus yang ditangani, sebelum menetapkan pasal sangkaan terhadap terduga pelaku.

Asri Agung menjelaskan, terdapat konsep hukum yang dikenal dengan konsep 'spesialis sistimatis', artinya kalau ada UU yang mengatur lebih spesifik, harusnya itu yang diikuti bukan dikaitkan dengan UU yang lain.

Dicontohkannya, seorang pasien yang menderita penyakit jantung, harusnya diobati ahli penyakit jantung, bukan berobat atau diobati dokter ahli penyakit dalam, tetapi harus ke penyait jantung.

"Artinya, penempatan aturan UU-nya, harus dilihat secara spesifik, bukan main trabas langsung gunakan UU Korupsi, sementara ada aturan UU mengenai pajak dan retribusi daerah yang mengatur," ujarnya.

Editor: Udin