Kasus Korupsi Rp1,5 Miliar di BPN Batam

Beda Pendapat Soal Kasus Korupsi di BPN, Polda dan Kejati Kepri Gelar Perkara di KPK Pekan Ini
Oleh : Hadli
Selasa | 21-02-2017 | 08:50 WIB
gedungkpk.jpg

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan telah menjadwalkan gelar perkara kasus dugaan korupsi Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp1,5 miliar di Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Batam dengan tersangka Bambang Supriyadi.

"Kamis (23/02/2017) nanti jadwalnya (gelar perkara) di KPK," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri, Kombes Pol Budi Suryanto, di Mapolda Kepri, Senin (20/2/2017).

Gelar perkara perlu dilakukan di KPK, mengingat Polda Kepri dan Kejaksaan Tinggi Kepri beda pendapat soal kasus ini, hingga tidak terselaikan atau dinyatakan lengkap (P21) oleh JPU Kejati Kepri. Akibatnya, berkas mandeg di tengah jalan.

Pendapat dari Penyidik Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polda Kepri merasa tidak perlu menghadirkan saksi ahli dari perpajakan dalam kasus ini, sebagaimana petunjuk yang berkali-kali diminta oleh JPU.

Karena, hasil penyelidikan dan penyidikan tim Tipikor, bahwa uang sebesar Rp1,5 miliar yang tidak disetorkan tersangka telah menimbulkan kerugian negara melalui BPHTB.

BPHTB yang tidak disetorkan tersangka selaku pejabat Kepala Seksi Hak Tanah Pendaftaran BPN Batam melalui sorotan yang dilakukan PT Karimun Pinang Jaya atas kepemilikan lahan diwilayah Batam Center seluas 12,5 Hektar.

"Dalam kasus korupsi tidak perlu meminta pendapat dari perpajakan karena dari kasus ini telah menimbulkan kerugian negara, bukan penggelapan," kata Kasubdit Tipidkor Polda Kepri AKBP Arif Budiman.

Kasus penggelapan terjadi tentunya di suatu perusahaan, tidak pada instansi pemerintahan. Sehingga penyidik menolak permintaan JPU untuk mengambil keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari saksi perpajakan.

Arif menuturkan, gelar perkara yang dilaksanakan di KPK nanti akan menghadirkan penyidik Tipidkor Polda Kepri dan Kejati Kepri. Sedangkan lembaga KPK sebagai supervisi. Antara Kepolisian dan Kejaksaan nantinya akan menyampaikan pendapat masing-masing (berargumen).

"Hasil gelar perkara tersebut akan keluar hari itu juga. Kami optimis hasilnya baik. Bila dinyatakan murni korupsi, tentunya mereka (Kejati) harus menerima berkas itu lengkap. Agar kami bisa melanjutkan proses tahap dua agar segera disidangkan," kata Arif.

Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan dalam kasus tersebut adalah murni terjadi kerugian negara. "Bila terjadi seperti itu, tentu kasusnya masuk dugaan korupsi," ujarnya usai konsolidasi dan pemantapan Bebas Korupsi Kolusi dan nepotisme kepada Perintahan Kabupaten Lingga di PIH Batam.

Diberitakan sebelumnya, kasus yang menimbulkan kerugian negara di BPN bermula dari lelang yang diselenggarakan PN Batam atas lahan seluas 12,5 hektar yang berada di samping Perumahan Marcelia Batam Center, yang dimenangkan PT Karimun Pinang Jaya.

"Lelang lahan seluas 12,5 hektar yang dimenangkan PT Karimun Pinang Jaya berawal dari proses gugat di PN Batam. Setelah selesai kasus gugatan tersebut, PN Batam melakukan pelelangan," ujar Direktur Reskrimsus Polda Kepri Kombes Budi Suryanto.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan seluas 12,5 hektar tersebut, senilai Rp31 miliar. Dari nilai NJOP tersebut perusahaan telah membayar Biaya Perolehan Hak Tanah Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 1,5 miliar. "Namun uang Rp1,5 miliar tersebut tidak disetorkan tersangka ke kas negara," terangnya.

Budi menjelaskan, kasus dugaan korupsi yang terjadi di BPN berbeda dengan kasus korupsi lainnya. Di mana kasus korupsi yang terungkap selama ini uang kas negara yang diotak-atik. "Dalam kasus ini seharusnya ada uang yang masuk ke kas negara tetapi tidak disetorkan," katanya.

Editor: Dardani