Dua Pelaku Usaha Peti Kemas di Batam Penuhi Panggilan KPPU
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 27-10-2016 | 12:41 WIB
KPPU-Kepri1.jpg

Kantor KPPU Batam. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dugaan kartel angkutan peti kemas lintas negara di Batam masih menggelinding di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kasus ini pun belum ditingkatkan ke tahap penyidikan, karena KPPU Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Batam masih melakukan pengumpulan data dan keterangan.

Ketua KPPU KPD Batam, Lukman Sungkar, mengatakan penyelidikan terkait dugaan kartel peti kemas butuh waktu panjang. Sebab, data dan bahan keterangan yang dibutuhkan KPPU belum rampung.

"Sejauh ini baru dua pelaku usaha peti kemas yang sudah memenuhi panggilan KPPU. Kedua pelaku usaha itu sudah menyampaikan klarifikasi," jelas Lukman, dikonfirmasi BATAMTODAY.COM, Kamis (27/10/2016) pagi.

Sementara, pelaku usaha yang diduga melakukan kartel angkutan peti kemas berjumlah sembilan perusahaan. Mereka, sambung Lukman, akan tetap dipanggil untuk diklarifikasi. "Penyelidikan ini tak bisa cepat, butuh waktu," ujarnya.

Selain butuh data dan keterangan yang cukup, Lukman berujar, KPPU KPD Batam sangat hati-hati dalam melakukan penyelidikan. Menurut dia, data pendukung dari pihak lain, seperti KPPU Singapura, otoritas pelabuhan dan pelaku usaha peti kemas di Indonesia akan dikumpulkan sebagai bahan pembanding.

"Data-data dari pihak pelabuhan sedang dikumpulkan. Proses penyelidikan masih berjalan," ungkapnya.

Sebelumnya, KPPU tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan kartel lintas negara angkutan peti kemas di Batam. Angkutan peti kemas di Batam saat ini dikendalikan oleh 9 perusahaan di Singapura.

"Kita sudah bertemu dengan Kadin di Batam. Mereka melaporkan adanya kartel angkutan peti kemas di Batam. Saat ini KPPU sudah melakukan penyelidikan," kata Saidah Sakwan, Komisioner KPPU, di Jakarta.

Menurut Saidah, harga angkutan peti kemas di Batam ditentukan oleh 9 kartel perusahaan peti kemas di Singapura. Mereka yang menentukan biaya angkutan peti kemas di Batam maupun Jakarta, dan beberapa biaya angkutan peti kemas di beberapa daerah lainnya.

"Di Batam ini yang kita harga angkutan peti kemas diluar kewajaran yang ditentukan kartel di Singapura. Biaya peti kemas dari Batam-Singapura untuk 20 feet itu USD 555, sementara biaya peti kemas dari Jakarta-Singapura yang jaraknya lebih jauh biaya USD 228," katanya.

Saidah menegaskan, penyelesaian masalah kartel peti kemas di Batam-Singapura tidak bisa diselesaikan secara parsial berdasarkan regulasi yang ada, karena sudah masuk pasar regional.

"Kasusnya hampir sama dengan Temasek, ini sudah masuk pasar regional. Kita tidak boleh gagap regulasi, mereka kita lakukan konsolidasi bisnis dan notifikasi ke KPPU," katanya.

Regulasi yang ada, katanya, sudah tidak bisa mengakomodasi pasar bebas yang sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)

"Peti kemas di Batam itu sudah sangat mahal dan implikasinya rakyat akan membeli dengan harga yang juga mahal. Jadi, jangan sampai kita gagap regulasi, dan UU No.55 tahun 1999 itu sudah tidak relevan lagi karena hanya berlaku untuk NKRI. Sedangkan pasar kita sudah masuk MEA dan pasar bebas," katanya. (*)

Editor: Yudha