Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kemenperin Dorong Teknologi CCU untuk Kurangi Emisi, Perkuat Posisi Indonesia Menuju Industri Hijau
Oleh : Redaksi
Senin | 27-01-2025 | 13:24 WIB
MoU-CCU.jpg Honda-Batam
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pada 22 Januari 2025 antara Kemenperin, UWin Resources Regeneration Inc dan PT Petrokimia Gresik. (Kemenperin)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan di sektor industri.

Salah satu inovasi terbaru adalah penggunaan teknologi Carbon Capture Utilization (CCU), yang memungkinkan karbon dioksida (CO2) dari proses industri ditangkap, diproses, dan diubah menjadi produk bernilai ekonomi.

Langkah konkret ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pada 22 Januari 2025 antara Kemenperin, UWin Resources Regeneration Inc dan PT Petrokimia Gresik. Proyek percontohan penerapan teknologi CCU ini akan dilaksanakan di PT Petrokimia Gresik, bagian dari subsektor industri petrokimia yang menjadi prioritas dekarbonisasi nasional.

Teknologi CCU diharapkan menjadi game-changer dalam upaya pengurangan emisi karbon di Indonesia. Dengan teknologi ini, emisi karbon dari proses industri tidak hanya dapat diminimalkan tetapi juga dimanfaatkan untuk menghasilkan produk seperti bahan bakar sintetis, pupuk, atau bahan baku industri lainnya.

"Proyek ini adalah langkah awal yang signifikan untuk mendukung transformasi menuju industri hijau. Kami berharap implementasi teknologi CCU dapat diperluas ke sektor-sektor lain yang menghasilkan emisi tinggi," ujar Sekretaris Jenderal Kemenperin, Eko SA Cahyanto, demikian dikutip laman Kemenperin.

Kemenperin telah mengidentifikasi sembilan subsektor industri utama dalam upaya dekarbonisasi, dengan empat subsektor prioritas hingga 2030, yaitu industri semen, pupuk, besi dan baja, serta pulp dan kertas. Keempat subsektor ini menyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia.

Pendekatan yang diterapkan mencakup teknologi rendah karbon, efisiensi energi, serta pencegahan polusi di seluruh rantai produksi. "Dengan dukungan inovasi teknologi, kebijakan yang relevan, dan kolaborasi erat, kami yakin target NZE dapat tercapai lebih cepat," tambah Eko.

Selain fokus pada teknologi CCU, Kemenperin juga mendorong penerapan konsep ekonomi sirkular di kawasan industri. Dalam konsep ini, produk sampingan dari proses produksi satu perusahaan dimanfaatkan oleh perusahaan lain, menciptakan ekosistem industri yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Strategi ini mendukung transformasi kawasan industri menuju generasi keempat, yakni Smart-Eco Industrial Park. Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional, Tri Supondy, menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menciptakan ekosistem industri yang tidak hanya berdaya saing global tetapi juga ramah lingkungan.

Untuk mempercepat transisi menuju industri hijau, Kemenperin juga tengah menyusun kebijakan yang mendukung adopsi teknologi rendah karbon. Kerja sama dengan mitra internasional, seperti UWin Resources Regeneration Inc, menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengembangkan solusi inovatif guna mengatasi tantangan perubahan iklim global.

"Dengan teknologi CCU dan sinergi antar-stakeholder, kami tidak hanya mendukung target nasional, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain penting dalam upaya global mengatasi perubahan iklim," kata Eko.

Melalui langkah-langkah strategis ini, Kemenperin yakin bahwa Indonesia dapat mencapai target NZE pada 2050 dan memperkuat daya saing industri di pasar internasional. Dengan pendekatan berbasis inovasi, efisiensi, dan keberlanjutan, sektor industri Indonesia siap menjadi motor penggerak transformasi hijau yang berdampak positif bagi lingkungan dan ekonomi global.

Langkah ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam mewujudkan ekosistem industri yang tidak hanya produktif tetapi juga ramah lingkungan, sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan perubahan iklim.

Editor: Gokli