Nasib Penyapu 'Residu' Doktrin Negara Gagal
Oleh : Redaksi
Kamis | 25-02-2016 | 08:00 WIB
gafatar.jpg
Para pengikut Gafatar asal Batam saat ditampung sementara di Asrama Haji Batam. (Foto: Ist)

DOKTRIN yang diajarkan dan disebarkan oleh para "founding father" Negara Gafatar, Gerakan Fajar Nusantara, kini menyisakan residu. Lalu, residu yang menyampah itu tidak saja bikin pusing, tapi juga menjengkelkan. Apa yang harus dilakukan untuk "melenyapkan" residu itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM mengenai tingkah-polah, sepak-terjang "residu" Gafatar itu di Batam. 


Suatu sore, seusai adzan asar. Beberapa orang dewasa bergerak menuju halaman masjid di Asrama Haji Batam Center. Mereka bergerak bersama dengan beberapa pria lainnya yang hendak menunaikan sholat asar. Sekelompok pria ini tidak menunjukkan gelagat akan menuju masjid untuk sholat. 

Pakaian mereka pun tidak menegaskan hal itu. Bukan pakaian orang hendak sholat. Bahkan, mereka menenteng bola. Tapi arah mereka sama, mengarah ke masjid. Ternyata, mereka memang bukan mau menunaikan sholat asar. Tapi...main bola!

Ya, mereka main bola di halaman masjid Asrama Haji Batam Center. Pas, di lokasi simulasi tawaf. Memang, di halaman masjid tersebut dibangun miniatur ka'bah, tempat umat Islam melakukan belajar manasik haji. Siapa mereka?

Itulah "residu" yang ditinggalkan oleh para founding father negara gagal bernama Gafatar itu. Mereka menyampah di Asrama Haji Batam Center. Menjadi beban bagi Pemerintah Kota Batam di tengah anggaran yang dipangkas habis pemerintah pusat. Sementara itu, para pihak yang bertugas mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, pun telah kehabisan stok kesabaran mengurusi "residu" itu.

"Mereka main bola di tempat manasik haji itu, di halaman masjid. Sudah ditegur dan diingatkan, jangan main bola di situ, orang lagi sholat. Tapi mereka bilang, kami kan tidak mengganggu orang sholat," tutur penanggung jawab Asrama Haji Batam kepada BATAMTODAY.COM. 

Tapi begitu diingatkan lebih tegas lagi, tutur pria yang enggan dikenal publik itu, mereka justru mengatakan, kita urus urusan masing-masing saja. 

Begitulah, sekelumit gambaran bagaimana tingkah-polah dan sepak-terjang sisa-sisa "residu" dari doktrin Gafatar itu di Batam. 

Memang, sebagai sebuah doktrin, Negara Gafatar,  sempat hadir menjadi aneka mimpi di kepala para pengikutnya. Hingga, mereka pun rela menjual semua aset-asetnya, untuk bersama-sama bergerak ke satu titik, Negara Karunia Tuhan. Negara yang akan mereka dirikan di Kalimantan itu. 

Kini, setelah doktrin pembentukan negara itu gagal, sedangkan aset-aset sudah terjual. Maka, yang harus menanggung beban ini adalah Pemerintah Kota Batam dan Pemerintah Provinsi Kepri. Sejak kepulangan mereka, Pemerintah Kota Batam menanggung biaya makan dan operasional lainnya. Tapi sampai kapan?

"Kita masih menunggu instruksi Gubernur, karena masih menjadi tugas dari Provinsi dan kita tidak ada anggaran," tegas Walikota Batam terpilih, H. Muhammad Rudi, Selasa, 23 Februari 2016 lalu. 

Tak hanya Rudi yang "lempar handuk". Pejabat dari Kementerian Agama (Kemenag) Batam juga demikian. Diperlukan kesabaran tingkat dewa untuk mengurusi "residu" itu. Segala teknik sudah dilakukan, hasilnya? Nol. Sampai akhirnya, semuanya memilih mundur teratur. 

Baca: Kemenag Batam 'Lempar Handuk' Soal Pembinaan Eks Anggota Gafatar

Begitulah, suka duka menjadi penyapu "residu" doktrin negara gagal terbentuk itu. Tapi, biar bagaimana pun, mereka adalah saudara kita semua. Mereka punya anak, istri dan keluarga. Mau tak mau, mereka tetap harus dirangkul. Kecuali, "residuk" doktrin yang masih tertinggal di kepala dan hati mereka itu saja yang harus dibersihkan. 

Editor: Dardani