Dakwaan Jaksa Tak Terbukti, Majelis Diminta Bebaskan Niel dan Rebecca
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 22-10-2015 | 19:47 WIB
IMG_20151022_1140442.jpg
Inilah dua warga negara Inggris yang menjalani sidang di PN Batam. (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Aristo Pangaribuan, penasehat hukum (PH) dua Warga Negara (WN) Inggris --Niel Richard George Bonner dan Rebecca Bernadette Margaret Prosser, yang didakwa melanggar UU Keimigraisian, mengajukan pledoi. Ia meminta agar majelis hakim membebaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Pledoi atau nota pembelaan kedua terdakwa itu dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Kamis (22/10/2015) sore. Disebut, kedua terdakwa merupakan jurnalis yang sudah pernah bekerja di beberapa perusahaan media kredibel di Inggris.

"Kedua terdakwa tidak dengan sengaja melanggar UU Keimigrasian RI. Sebelum melakukan pembuatan film dokumenter, keduanya sudah mengajukan izin ke instansi terkait. Hanya saja, sampai dilakukan penangkapan terhadap keduanya, izin itu tak kunjung keluar," kata Aristo.

Lainnya, sambung Aristo, film dokumenter yang akan dibuat terdakwa bukan untuk mencelakakan atau merugikan Indonesia. Bahkan, sebelum film itu diproduksi akan dikonfirmasi kepada pihak berwewenang.

"Shoting gambar yang sudah sempat dilakukan terdakwa belum dikategorikan karya jurnalistik. Tetapi, masih tahap penelitian atau praproduksi.

UU Imigrasi yang tidak mewajibkan pihak yang melanggar diproses secara pidana, tetapi bisa juga hanya menerapkan sanksi administasi atau deportasi bagi warga negara asing. Sehingga apa yang sudah dilakukan kedua terdakwa tidak bisa dikategotikan sebagai perbuatan pidana," jelasnya.

Soal UU Imigrasi yang didakwakan kepada Niel dan Rebecca, kata Aristo, tidak mewajibkan untuk dituntut secara pidana. Bisa saja, sambunya, diterapkan sanksi admistrasi atau deportasi bagi warga negara asing.

Untuk itu, Aristo berharap agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara itu membebaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan hukum. Fakta persidangan, kata dia, penuntut umum juga tidak bisa membuktikan dakwaannya.

"Keterangan saksi-saksi dalam persidangan, tak satu orang pun yang menyebut bahwa mereka diperintah terdakwa untuk pembuatan film dokumenter itu," katanya.

"Apabila Mejelis berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," ujar dia, mengakhiri pembacaan pledoi tersebut.

Usai pembacaan pledoi, Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo, didampingi Budiman Sitorus dan Juli Handayani, kembali menunda sidang sampai Senin depan. Majelis memberikan kesempatan bagi penuntut umum untuk mengajukan tanggapan atas pembelaan terdakwa.

Sebelumnya, Niel dan Rebecca yang didakwa melanggar UU Keimigrasian RI, dituntut 5 bulan penjara dan denda Rp 50 juta pada persidangan yang digelar di PN Batam, Kamis (22/10/2015) siang.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan Penuntut umum Bani Ginting, kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 112 huruf a UU RI nomor 6 Tahun 2011, tentang Keimigrasian, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasalnya, kedua terdakwa yang melakukan pembuatan film dokumenter tentang bajak laut di perairan Pulau Belakang Padang tidak memiliki izin dari instansi terkait.

Selain itu, sambung Bani, keterangan saksi yang diperiksa di persidangan dan keterangan terdakwa menjelaskan telah terjadi tindak pidana, karena tidak ada izin terlebih dahulu dalam pembuatan film dokumenter itu.

"Menuntut agar kedua terdakwa dihukum 5 bulan penjara, dikurangi selama para terdakwa berada dalam masa penangkapan, dan selama dalam proses penahanan," kata Bani. Baca: Warga Inggris Niel dan Rebecca Dituntut 5 Bulan dan Denda Rp 50 Juta

Editor: Dardani