Aksi Anarkis Oknum Polisi, Dua Warga Tiban Dipukuli Tanpa Sebab
Oleh : Romi Chandra
Jum'at | 25-09-2015 | 11:42 WIB
batamtoday-korban-pengeroyo.jpg
Edi, korban pengeroyokan oknum polisi saat memberikan keterangan kepada pewarta. (Foto: BATAMTODAY.COM/Romi Chandra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Aksi anarkis dari oknum kepolisian mulai terjadi di Kota Batam. Berawal dari dugaan mobil patroli Dit Sabhara Polda Kepri yang ugal-ugalan menerobos lampu merah di Simpang Jam yang menabrak seorang pengendara motor hingga tewas, Sabtu (19/9/2015) malam, kemudian disusul dugaan pengeroyokan dua warga sipil oleh oknum polisi.

Edi dan Agus, warga Tiban I, diduga dikeroyok tanpa sebab delapan oknum polisi berkendara sepeda motor di Jembatan Dam Seiladi, Kamis (24/9/2015) subuh. Informasi yang dihimpun, kejadian sekitar pukul 04.30 WIB. Kedua korban yang babak belur kemudian dibawa ke Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB) untuk mendapat perawatan.

Saat ditemui, salah satu korban, Edi, mengatakan, kejadian berawal saat dia yang dibonceng Agus dari Seraya, berniat pulang ke Tiban. Namun sampai di Southlink, mereka melihat beberapa anggota polisi menghentikan pengendara motor. Tidak mau berurusan dengan polisi, mereka kemudian balik arah menuju SPBU dekat lokasi.

Sekitar 30 menit berada di SPBU, keduanya mengira kalau razia sudah selesai. Mereka memutuskan beranjak pergi. Namun begitu keluar dari gerbang malah berpapasan dengan empat sepeda motor yang dikendarai delapan orang berpakaian polisi lengkap.

Tiba-tiba Edi dan Agus yang melaju pelan mendengar teriakan dari salah satu anggota polisi menuruh berhenti. Kami melaju arah ke Sekupang. "Saat kami melaju melewati turunan setelah Vista Hotel dan sampai di jembatan Dam Seiladi, empat motor polisi menghadang kami. Saat kami mencoba berhenti, motor kami langsung ditabrak," kata Edi.

Setelah menabrak, delapan orang oknum polisi itu langsung mendekati dan memukuli mereka. "Kami tidak tahu apa salah kami, tiba-tiba mereka mendekat dan memukul menggunakan helm. Ada juga yang memukul pakai tangan dan menendang kami. Kami tidak berani melawan. Saya dapat dua pukulan di wajah dan hidung mengeluarkan darah," terangnya.

Kemudian ia ditarik dan lehernya dicekik diarahkan ke bawah jembatan. "Katanya mau melempar saya kalau melawan. Saya tidak berani melawan. Yang mukul saya berpangkat Bripda mengenakan helm dan masker. Tapi saya lihat Agus kena pukul bertubi-tubi," jelasnya.

Berkilah Jatuh dan Motor Ditahan
Meski kedua orang ini sudah meminta ampun, namun aksi kekerasan itu terus berlanjut. "Saya tak tega lihat Agus dipukuli terus. Dia sudah minta ampun tapi tidak dihiraukan. Setelah puas, kami digiring ke Polresta Barelang. Anehnya, mereka kompak mengatakan kalau kami terjatuh dari motor pada komandannya," lanjut Edi.

Mereka yang babak belur tidak berkutik dan tidak berani membantah pengakuan para polisi trsebut, karena takut dipukuli lagi. "Kami masih bertanya-tanya dalam hati apa salah kami," tuturnya kesal.

Parahnya lagi, saat mereka dibolehkan pulang, sepeda motor Agus malah ditahan Sat Sabhara dan membuat mereka terpaksa pulang jalan kaki. "Yang punya dan bawa motor itu Agus. Dia memiliki semua dokumen, baik SIM dan STNK motor, tapi kenapa motor kami ditahan. Jengkelnya kami di sana, karena harus pulang jalan kaki," keluhnya lagi.

"Kami terus jalan kaki sampai di Vista Hotel sambil menghubugi teman saya. Akhirnya teman saya datang menjemput. Darah dari pelipis matas saya masih mengalir saat tiba di rumah. Kemudian kami pergi berobat ke Rumah Sakit Harapan Bunda," tambah Edi.

Saat dijumpai, tampak perban melekat pada pelipis kanan serta dagunya. Ia sangat menyayangkan tindakan apara kepolisian tersebut. "Jika memang kami bersalah, kenapa harus seperti itu. Ini kami tidak merasa bersalah, malah dipukuli seolah kami ini sudah melanggar hukum," pungkasnya.

Editor: Dodo