Terdakwa Korupsi Pengadaan Alkes di Dinkes Batam Gugat BPKP Kepri
Oleh : Gokli Nainggolan
Rabu | 19-08-2015 | 11:33 WIB
saksi_erigana.jpg
Dua saksi fakta saat disumpah di PN Batam terkait gugatan tersangka korupsi dengan terdakwa Erigana. (Foto: Gokli Nainggolan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Erigana, mantan Kabid Program Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam yang tersangka korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) di puskesmas di Batam, melakukan perlawanan. Ia melalui penasehat hukumnya (PH) menggugat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri ke Pengadilan Negeri (PN) Batam soal hasil audit investigasi terkait kerugian negara.

Dalam materi gugatannya, Erigana melalui penasehat hukumnya, Firdaus, menyampaikan BPKP tidak memiliki kewenangan untuk melakukan audit dalam menghitung kerugian negara. Hal ini, kata Firdaus, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai Kepres Nomor 42 Tahun 2001 pasal 112 angka 2, mencabut Kepres Nomor 31 Tahun 1983, dimana kewenangan BPKP tidak ada lagi atau bubar.

Lainnya, sambung Firdaus, kewenangan BPKP untuk mengaudit keuangan negara/daerah juga tidak bisa sesuai Kepres Nomor 103 Tahun 2001, dimana yang bisa melakukan hanyalah BPK.

"Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 456.K/TUN/2012, yang pernah diajukan Pemko Batam. Putusan itu berbunyi laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian negara yang diterbitkan BPKP perwakilan Kepri atas perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana bansos APBD di Pemko Batam pada Sekretatiat Kota Batam tahun 2009 adalah batal dan tidak sah. Atas dasar ini kami ajukan gugatan," jelas Firdaus, dalam sidang yang digelar di PN Batam, Selasa (18/8/2015) siang.

Firdaus menambahkan, gugatan tersebut mereka ajukan ke PN Batam karena hasil audit BPKP yang menentukan kerugian negara pada proyek alkes dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap Erigana. Padahal, sambung dia, kewenangan BPKP perwakilan Kepri menghitung kerugian negara tidak sah atau melawan hukum.

"Mana bisa perbuatan melawan hukum dijadikan dasar menetapkan tersangka," ujar dia.

Persidangan yang sudah berjalan beberapa kali itu memasuki tahap pembuktian. Pemohon, kuasa hukum Erigana dan terhomon BPKP saling melengkapi bukti-bukti, dan meminta keterangan dari saksi-saksi.

Saksi ahli yang dihadirkan pemohon, Eko Soembodo, ahli keuangan, dalam persidangan menyampaikan BPKP memiliki kewenangan mengaudit dan menghitung kerugian negara sesuai Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014. Peraturan ini, kata dia, mulai berlaku sejak Januari 2015.

"Sekarang BPKP punya kewenangan, tetapi berlakunya sejak Januari 2015. Sementara hasil audit menghitung kerugian negara dalam perkara Erigana pada tahun 2014. Artinya, hasil audit dalam perkara Erigana tetap tidak sah, karena dikeluarkan tahun 2014," imbuh Firdaus, menjelaskan pernyataan saksi ahli Eko Soembodo.

Selain saksi termohon, pemohon juga mengahdirkan saksi fakta dalam hal ini penyidik kepolisian. Dua saksi fakta dalam persidangan menjelaskan, penetapan tersangka terhada Erigana dalam dugaan tindak pidana korupsi bukan atas dasar hasil audit BPKP Kepri.

"Erigana ditetapkan tersangka sebelum BPKP Kepri mengeluarkan hasil audit. Penetapan tersangka setelah ditemukannya dua alat bukti dari keterangan saksi dan fakta lapangan," kata Fitra, salah satu saksi fakta.

"BPKP melakukan audit investigsi atas permohonan penyidik. Selain hasil audit BPKP, kami juga memiliki hitung-hitungan sendiri, tetapi dalam bentuk estimasi," jelasnya lagi.

Usai mendengar keterangan saksi, majelis hakim yang memimpin persidangan, Budiman Sitorus, didampingi dua hakim anggota, Juli Handayani dan Arif Hakim, kembali menunda sidang sampai satu minggu. Sidang berikutnya akan dilanjutkan dengan agenda mendengar keterangan saksi dan melengkapi bukti tambahan. (*)

Editor: Roelan