Salah Benar
Oleh : Redaksi
Kamis | 06-02-2025 | 08:24 WIB
06-02_salah-benar-disway_03493488.jpg
Bendera Amerika Serikat dan Kanada. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

PRESIDEN Trump ternyata bisa diajak bicara. Ketegasannya mengenakan bea masuk tinggi pada barang Kanada dan Meksiko ia cabut sehari sebelum masa berlakunya 4 Februari 2025. Itu setelah Perdana Menteri Kanada dan Presiden Meksiko bicara panjang lebar dengan Presiden Donald Trump.

Keduanya cukup berjanji: memperketat penjagaan perbatasan. Mereka juga siap mengerahkan 20.000 tentara tambahan untuk memperkuat penjagaan perbatasan. Yakni 10.000 di perbatasan Kanada dan 10.000 di perbatasan Meksiko.

Tujuannya jelas: agar tidak ada lagi imigran gelap yang melewati perbatasan. Juga agar tidak ada lagi narkoba yang diselundupkan ke Amerika.

Apakah Trump juga bisa diajak bicara soal pemulangan paksa imigran gelap? Banyak yang berharap begitu. Terutama untuk mereka yang sudah puluhan tahun tinggal di sana.

Jumlah mereka mencapai 11 juta orang. Terbanyak tentu dari tetangga selatannya: Amerika Tengah. Banyak juga dari Asia: terutama India dan Tionghoa. Dari Indonesia 'hanya' sekitar 120.000 orang --utamanya setelah kerusuhan ras 1998.

Tentu, sekarang ini, tidak ada yang lebih gelisah dari mereka. Trump begitu galak. Mereka akan dirazia, ditangkap, dan dipaksa pulang ke negara asal.

Para pengacara asal Indonesia menangkap keresahan seperti itu.

"Orang yang galau rentan terhadap penipuan. Jangan sampai tertipu," ujar Lia Sundah, pengacara Indonesia di New York. Anda sudah tahu Lia: istri James F. Sundah, pencipta lagu Lilin Lilin Kecil.

Lia mendapat info sudah mulai ada yang tertipu. Yakni membayar sejumlah dolar dengan janji membereskan dokumen imigrasi. Nyatanya tidak.

Lima tahun lalu Lia berinisiatif mendirikan Indonesian American Lawyers Association (IALA). Anggotanya 15 orang. Mereka adalah lawyer yang benar-benar sudah punya izin praktik di Amerika.

Lia sendiri, meski orang Jakarta, hanya sedikit punya klien orang Indonesia. Yang terbanyak justru dari Eropa Timur.

Tiga hari lalu IALA menerbitkan siaran pers. IALA juga mengadakan webinar untuk warga diaspora. Sudah dua kali. Sebelum dan sesudah pelantikan Trump. Yang tampil berbicara adalah para pengacara asal Indonesia: Lia dari New York, tiga dari California (Jason Y. Lie, Michael Indrayana, Ida Ayu Sabrina Putri), satu dari Texas (Haroen Kalehr).

Mereka juga menerbitkan juklak dalam bahasa Indonesia. Isinya: hak-hak imigran di depan hukum.

Yang terpenting, kata juklak tersebut, para imigran jangan panik. Tenang. Kritis. Jangan semua informasi ditelan begitu saja. Kini banyak informasi di medsos yang bombastis. Kejar clickbait.

Banyak juga muncul penjual jasa 'suaka politik'. Termasuk sampai janji menyiapkan dokumen alasan mengapa minta suaka politik. "Jangan mudah percaya," katanyi.

Amerika adalah negara hukum. Masih banyak perlindungan hukum selain suaka politik. Misalnya lewat pekerjaan, keluarga, dan lainnya. "Yang penting jangan lewat calo. Harus lewat pengacara keimigrasian yang benar," katanyi.

Yang terpenting, kata Lia, semua imigran harus jaga dokumen. Jangan ada yang kedaluwarsa. Juga jangan pernah membicarakan status Anda dengan siapa pun. Termasuk dengan teman baik.

Tapi, bagi yang memang punya risiko dideportasi, harus mulai siap mental. Juga siap-siap soal pengasuhan anak, pengamanan aset dan tabungan.

Yang lebih penting dari semua itu adalah: jangan sampai berbuat melanggar hukum. Saat bermobil jangan melanggar lalu-lintas.

Termasuk di dalamnya adalah: jangan melawan petugas hukum, jangan berbohong, jangan memalsukan apa pun.

Selama ini, sepanjang tidak melakukan pelanggaran hukum, tidak akan dipedulikan. Tapi dengan berkuasanya Presiden Trump ceritanya memang bisa berbeda.

Percayalah: di negara hukum orang bersalah pun nasibnya lebih baik dari orang benar di negara yang berdasar kekuasaan yang disetir oligarki.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia