Indonesia Menang di WTO, Bukti Kemampuan Melawan Diskriminasi Global
Oleh : Redaksi
Sabtu | 18-01-2025 | 12:44 WIB
Menko-Airlangga2.jpg
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2025). (Kemenko Perekonomian)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia meraih kemenangan penting di World Trade Organization (WTO) terkait diskriminasi Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit dan biofuel.

Melalui Panel Report yang dirilis pada 10 Januari 2025, WTO memutuskan bahwa kebijakan Uni Eropa terbukti diskriminatif dan merugikan Indonesia.

Keputusan ini disambut hangat oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menegaskan kemenangan tersebut adalah bukti kemampuan Indonesia dalam memperjuangkan haknya di kancah internasional. "Kita berhasil menang di WTO terkait kasus kelapa sawit. Ini membuktikan bahwa Indonesia bisa melawan dan menang. Uni Eropa terbukti melakukan diskriminasi melalui kebijakan mereka terhadap biodiesel berbasis kelapa sawit. Dunia kini harus menerima bahwa kelapa sawit adalah alternatif yang setara dengan rapeseed dan soybean," ujar Menko Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2025).

WTO menyoroti berbagai pelanggaran Uni Eropa, termasuk:

  1. Diskriminasi dalam Renewable Energy Directive (RED) II: Uni Eropa dinilai tidak melakukan evaluasi yang tepat terhadap data terkait biofuel berbasis kelapa sawit yang dianggap berisiko tinggi untuk alih fungsi lahan (high ILUC-risk).
  2. Kebijakan Insentif Pajak di Prancis: Uni Eropa hanya memberikan insentif pajak untuk biofuel berbasis rapeseed dan soybean, mengesampingkan biofuel berbasis kelapa sawit.

Keputusan ini mengikat Uni Eropa dan Indonesia, dengan batas waktu 60 hari untuk mengadopsi perubahan kebijakan. Uni Eropa diwajibkan menyesuaikan regulasi mereka agar sejalan dengan aturan WTO.

Putusan ini juga berdampak pada kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang sebelumnya ditunda Uni Eropa hingga 30 Desember 2025. Penundaan ini mencerminkan ketidaksiapan Uni Eropa dalam mengimplementasikan regulasi tersebut. Menko Airlangga menyebut keputusan WTO sebagai tambahan kekuatan bagi Indonesia untuk terus melawan kebijakan EUDR yang dinilai diskriminatif.

"Lebih dari 41% kebun kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh pekebun rakyat. Kebijakan diskriminatif seperti ini jelas merugikan mereka. Kita akan terus menentang kebijakan yang tidak adil dan tidak berpihak pada rakyat," tegas Airlangga.

Kemenangan ini juga membuka peluang bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat kerja sama dalam melindungi komoditas kelapa sawit di pasar global. Menko Airlangga berharap keputusan WTO dapat menghilangkan hambatan dalam perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang tengah berlangsung.

"Dengan kemenangan ini, saya berharap awan gelap yang mengganggu perundingan IEU-CEPA bisa sirna. Kita optimis kesepakatan tersebut segera tercapai," pungkas Airlangga.

Kemenangan Indonesia di WTO menjadi tonggak penting dalam perjuangan melawan diskriminasi global terhadap kelapa sawit. Keberhasilan ini tidak hanya mempertegas posisi Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia, tetapi juga memberikan dorongan moral untuk terus memperjuangkan keadilan di sektor perdagangan internasional.

Editor: Gokli