Beri Keterangan Palsu pada AJB PT Sintai Industri Shipyard

Pengacara Abdul Kadir dan Sayaha Simbolon Divonis 8 Bulan Penjara
Oleh : Paskalis RH
Rabu | 23-06-2021 | 17:01 WIB
putusan-kadir.jpg
Sidang online di PN Batam saat pembacaan putusan terhadap terdakwa Abdul Kadir dan Sahaya Simbolon, Rabu (23/6/2021). (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengacara Abdul Kadir dan rekannya Sahaya Simbolon, terdakwa kasus pemalsuan surat atau memberikan keterangan palsu pada akta jual beli saat bertindak sebagai likuidator pada perseroan PT Sintai Industri Shipyard, akhirnya divonis 8 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (23/6/2021).

Majelis hakim dalam putusannya, menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah, sebagaimana dakwaan primair penuntut umum.

"Menyatakan terdakwa Abdul Kadir dan Sahaya Simbolon telah terbukti bersalah melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Christo EN Sitotus, selaku ketua majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Kedua terdakwa, kata majelis hakim, tidak memiliki legal standing sebagai likuidator karena Penetapan Pengadilan Negeri Batam nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013 telah dibatalkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Batam nomor: 113/PdtG/2014/PN.BTM tanggal 17 Juni 2015 dan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 07/PDT/2016/PT PBR tanggal 18 April 2016 dan selanjutnya Putusan Mahkamah Agung nomor: 1043 K/Pdt/2017 tanggal 02 Oktober 2017 yang pada intinya menyatakan PT Sintai Industri Shipyard tidak jadi dibubarkan (menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Batam nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013 tidak mempunyai kekuatan hukum).

Walaupun sudah mengetahui Penetapan Pengadilan Negeri Batam nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM telah dibatalkan, kedua terdakwa tetap menjual aset-aset milik PT Sintai Industri Shipyard berupa beberapa bidang tanah ke saksi Kui Lim selaku komisaris PT Cahaya Maritim Indonesia dengan alasan PT Sintai Industri Shipyard sedang dalam likuidasi.

Akibat perbuatan kedua terdakwa, PT Sintai Industri Shipyard mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 8 miliar. Hal itu menjadi pertimbangan memberatkan. Sementara hal meringankan, kedua terdakwa selalu kooperatif selama proses persidangan berlangsung.

"Mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Abdul Kadir dan Sahaya Simbolon dengan pidana penjara selama 8 bulan," tegas Christo.

Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim, ternyata lebih ringan 4 bulan dari tuntutan JPU Mega Tri Astuti yang menuntut agar kedua terdakwa dihukum dengan pidana penjara 1 tahun.

Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, terdakwa Abdul Kadir langsung menyatajan menerima, sementara jaksa Mega masih menyatakan pikir-pikir selama 7 hari untuk melakukan upaya hukum lain.

"Saya terima putusannya yang mulia," kata terdakwa Abdul Kadir dari Rutan Batam.

Sementara di luar persidangan, ketua tim penasehat hukum terdakwa, Darmanto Holomoan mengaku kecewa dengan sikap yang diambil kedua terdakwa (Abdul Kadir dan Sahaya Simbolon) yang langsung menyatakan menerima putusan hakim.

"Kecewa sih tetap ada. Sebab, keduanya langsung menerima putusan itu tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan tim," kata Darmanto.

Darmoanto mengatakan, tim penasehat hukum berharap kasus ini bisa sampai ke Mahkama Agung (MA), sebab pertimbangan dari majelis hakim sangat ringkas (Sumir) dalam menjatuhkan vonis tersebut.

Ketika disinggung apakah akan melakukan upaya hukum lain atas putusan itu, Darmanto mengatakan akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim dan para terdakwa. "Kami akan konsultasikan dulu, baik dengan tim penasehat hukum maupun terdakwa sebelum melakukan upaya hukum lain," pungkasnya.

Diuraikan dalam surat dakwaan, tindak pidana yang dilakukan terdakwa Abdul Kadir bersama Sahaya Simbolon terjadi saat ditunjuk sebagai likuidator pada Perseroan PT Sintai Industri Shipyard SINTAI berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013.

Kasus ini berawal sekira bulan Agustus 2013 saat terdakwa mendatangi Kantor Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Aryanto Lie karena telah ditunjuk sebagai Likuidator pada Perseroan PT Sintai Industri Shipyard.

Atas penetapan pengadilan tersebut, pada 16 Agustus 2013 terdakwa Abdul Kadir membuat pengumuman di koran tentang Pengumuman Pembubaran dan Likuidasi PT Sintai Industri Shipyard dan juga memuat Pengumuman Pembubaran PT Sintai Industri Shipyard lembar Berita Negara Republik Indonesia diterbitkan oleh Percetakan Negara pada 10 September 2013.

Selanjutnya, terdakwa mulai mendata aset-aset milik PT Sintai Industri Shipyard untuk dijual dengan alasan PT Sintai Industri Shipyard sedang dalam likuidasi. Padahal para terdakwa mengetahui PT Sintai Industri Shipyard masih terjadi sengketa antara pemilik Perusahaan, termasuk berkaitan masalah asetnya.

Setelah mendata aset, pada 28 Agustus 2013 terdakwa mendapat surat dari PT Bank Mandiri (persero) Nomor:RRC.MDN/1861/2013 perihal pengajuan klaim/tagihan kredit PT Sintai Industri Shipyard, yang mana jaminan atas kredit tersebut adalah tanah dan bangunan dengan bukti SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 yang berlokasi di Komplek Injin Batu Kelurahan Tanjunguncang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam dengan total utang sebesar Rp 1.339.298.778.

Mengetahui hal itu, para terdakwa sebagai likuidator mendatangi saksi Kui Lim untuk meminjam uang sebesar Rp 1,1 miliar, yang akan dipergunakan untuk menebus SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 An PT Sintai Industri Shipyard di Bank Mandiri. Pada saat itu juga, para terdakwa menawarkan aset tersebut untuk dibeli saksi Kui Lim (selaku komisaris PT Cahaya Maritim Indonesia).

Setelah menebus utang PT Sintai Industri Shipyard di Bank Mandiri dan mengambil sertifikat tanah, para terdakwa bersama saksi Kui Lim mendatangi kantor PPAT Arianto Lie guna melakukan jual beli atas SHGB tersebut.

Namun pada waktu di kantor Notaris, PPAT Arianto Lie menyarankan agar kedua belah pihak wajib menunggu untuk proses jual beli SHGB karena pihak PT Sintai Industri Shipyard mengajukan Peninajuan Kembali (PK) ke Mahkama Agung.

Selain mengajukan PK, salah satu pemegang saham PT Sintai Industri Shipyard kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam yang pada pokoknya meminta pembatalan Pembubaran PT Sintai Industri Shipyard sehingga ekseskusi terhadap aset batal dilaksanakan.

Atas gugatan itu, keluarlah putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 113/PdtG/2014/PN.BTM tanggal 17 Juni 2015 dan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 07/PDT/2016/PT PBR tanggal 18 April 2016 dan selanjutnya Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1043 K/Pdt/2017 tanggal 02 Oktober 2017 yang pada intinya menyatakan PT Sintai Industri Shipyard Tidak jadi dibubarkan (menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Batam Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM tanggal 1 Agustus 2013 tidak mempunyai kekuatan hukum).

Namun, masih di tahun 2014 terdakwa Abdul Kadir bersama-sama dengan terdakwa Sahaya Simbolon dan Edison P Saragih (DPO) dengan saksi Kui Lim kembali mendatangi kantor PPAT Arianto Lie sebagai Likuidator untuk melakukan eksekusi terhadap aset bekas PT Sintai Industri Shipyard dengan menunjukkan Penetapan Perkara Perdata dari Pengadilan Negeri Nomor: 529/PDT.P/2013/PN.BTM yang telah dikuatkan atau telah incraht oleh Mahkamah Agung RI Nomor: 3042K/PDT/2013 tanggal 29 April 2014.

Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 02 April 2015 para terdakwa melaksanakan penandatanganan Minuta Akta Jual Beli No: 11/2015 tanggal 02 April 2015 yang dibuat oleh Notaris & PPAT Ariyanto Lie dan pelaksanaan serah terima dokumen berupa IPH, Faktur dan SHGB.

Selanjutnya, saksi Kui Lim melakukan pembayaran di Bank Mandiri pada tanggal 2 April 2015 senilai Rp 8 miliar untuk membeli SHGB PT Sintai Industri Shipyard. Dalam Minuta Akta Jual beli tersebut, lanjut Mega, terdakwa Abdul Kadir, terdakwa Sahya Simbolon dan Edisin P Saragih (DPO) telah memberikan keterangan palsu kedalam Akta Jual Beli Nomor 11/2015 tanggal 2 April 2015.

Keterangan palsu yang diberikan dalam akta jual beli ada pada Pasal 2 yang berbunyi "pihak pertama (sdr Abdul Kadir, Sahya Simbolon dan Edisin P Saragih ) menjamin bahwa objek jual beli tersebut diatas tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak tercatat dalam sertifikat dan bebas dari beban-beban lainya yang berupa apapun".

Padahal diketahuinya SHGB (sertifikat hak guna bangunan) Nomor: 5336/2010 An PT Sintai Industri Shipyard masih tersangkut dalam suatu sengketa/berperkara di Pengadilan Negeri Batam.

Perbuatan terdakwa Abdul Kadir dan terdakwa Sahya Simbolon, yang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian.

Akibat perbuatan para terdakwa PT Sintai Industri Shipyard mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 8 miliar.

Editor: Gokli