PHK Mendadak Karyawan RS Camantha Sahidya, Ratusan Buruh Farkes Bakal Demo di DPRD Batam
Oleh : Hendra Mahyudi
Senin | 10-02-2020 | 08:28 WIB
faskes-spsi11.jpg
Pimpinan FSP Farkes SPSI Kota Batam, Anwar Gultom. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ratusan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP Farkes) SPSI Kota Batam akan menggelar unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam dan Kantor UPT Farmasi Sekupang, Senin dan Selasa (10-11/01/2020).

Hal itu sebagai bentuk penolakan pemutusan hubungan kerja (PHK) mendadak yang dijatuhkan manajemen Rumah Sakit Camantha Sahidya (RSCS) Panbil terhadap 27 karyawan, hanya karena menanyakan gaji yang terlambat dibayarkan.

Pimpinan FSP Farkes SPSI Kota Batam, Anwar Gultom, mengatakan, pemicu utama aksi ini akibat PHK yang diterima 27 karyawan secara mendadak karena menanyakan gaji mereka yang belum juga dibayarkan manajemen.

"Kami menyesalkan tindakan manajemen RSCS yang mem-PHK seluruh pengurus dan anggota kami hanya karena menanyakan keterlambatan pembayaran upah mereka," kata Anwar Gultom, Minggi (9/2/2020) saat dihubungi BATAMTODAY.COM.

Sekitar 100 orang pekerja kesehatan, kata Gultom akan turun dalam aksi ini dan menuntut agar 27 karyawan RSCS yang telah di-PHK pada 4 Februari 2020 itu untuk dapat dipekerjakan kembali oleh manajemen rumah sakit.

Hal lainnya, Ia juga mememinta manajemen RSCS agar dapat membayarkan seluruh upah karyawan yang telah bekerja melebihi jam kerja sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan yang selama ini kangkangi oleh pihak manajemen.

"Menuntut pengurus dan anggota dapat dipekerjakan kembali, dan memberikan proses perundingan mencakup pembayaran upah lembur di hari libur nasional dan membayarkan kelebihan upah di setiap minggunya," jelasnya.

Menurutnya tindakan otoriter manajemen RSCS yang begitu semena-mena dan merugikan banyak karyawan yang telah lama bekerja di rumah sakit tersebut, dengan latang akan membuat mereka akan terus bersikap tegas dalam memperjuangkan hak-hak seluruh anggotanya yang terkena dampak PHK serta dituduh manajemen rumah sakit telah melakukan mogok kerja secara tidak sah.

"Kami akan bersikap, kami akan perjuangkan hak-hak anggota kami yang telah dikangkangi yang bertentangan dengan Undang-Undang, kami akan tunjukkan itu pada aksi kami nanti," tegasnya.

Diketahui, akar persoalan ini yakni karena 27 karyawan di-PHK mendadak oleh manajemen rumah sakit tersebut di awali karena karyawan mendatangi kantor HRD untuk menanyakan upah mereka yang telat dibayarkan.

Karena saat itu kantor kosong dan para karyawan tersebut berkumpul di bagian lorong tidak jauh dari kantor manajemen, dan mendadak mereka dituduh telah melakukan aksi mogok kerja, yang mana saat itu turut dibenarkan (mogok) itu oleh Jalfriman, pegawai pengawas Dinas Ketenagakerjaan Kepri.

Akibat dari hal tersebut, 27 orang dari 28 karyawan yang menanyakan gaji itu diberikan SP III dan langsung di PHK hari itu juga oleh menajemen didampingi dua orang kuasa hukumnya.

Menurut Gultom, upaya pemecatan karyawan oleh Rumah Sakit Camatha Sahidiya (RSCS) sudah mulai terlihat sejak lama. Alasannya, terindikasi karena pihak rumah sakit keberatan dengan adanya pekerja yang tergabung dalam serikat buruh Farmasi dan Kesehatan (Farkes).

"Semua yang di PHK ini tergabung dalam serikat yang saya pimpin. Kemungkinan yang beredar karena pihak rumah sakit tidak suka dengan keberadaan serikat," tutupnya.

Sementara itu, manajemen rumah sakit melalui kuasa hukumnya saat diwawancara BATAMTODAY.COM, mengatakan siap menempuh jalur hukum yang berlaku jika saja para buruh bertindak di luar ketentuan hukum industrial dalam menyikapi kasus ini.

"Duduk persoalan ini kan kita sudah-PHK-an. Jadi kalau mereka ingin melakukan aksi di luar dari prosedural hukum penyelesaian industrial, dan kalau kami dirugikan karena itu, maka kami akan melakukan upaya hukum juga," ujarnya Sabtu (8/2/2020) pukul 17:42 sore ini via telepon.

Lanjutnya mengenai persoalan ini, para pekerja mempunyai hak, dan jika ingin menuntut silakan dituntut, asal melalui mekanisme hukum yang berlaku. Karena menurutnya, yang menjadi persoalan akan hal yakni pihak karyawan mengatakan "kami bukan mogok", akan tetapi pihak rumah sakit mengatakan (juga) "kalian mogok".

"Nah kan itu nanti dibuktikan saja di pengadilan. Kita akan lakukan upaya hukum, karena menurut kita mereka mogok" terangnya.

"Kalau menurut mereka, mereka tidak mogok ya itu persilakan. Tapi kan cuma pengadilan yang dapat memberikan keputusan seperti itu," tutupnya.

Editor: Yudha