Terima Perwakilan BOC, Cahya: Pemerintah Perlu Tinjau Ulang PMK 199
Oleh : Putra Gema
Senin | 20-01-2020 | 17:52 WIB
20200120_cahya-pmk-199.jpg
Ketua APINDO Kepri, Ir Cahya, bersama perwakilan Komunitas BOC di kantor Apindo Kepri, Batam Centre, Batam, Senin (20/1/2020). (Foto: Putra Gema)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.04/2019 mendapatkan tanggapan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kepri.

Tanggapan ini seiring hadirnya komunitas pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Batam yang tergabung di dalam Komunitas Batam Online Community (BOC) ke kantornya, Senin (20/1/2020) siang.

"Pemberlakuan PMK 199 ini nantinya akan menurunkan ambang batas barang impor. Sehingga biaya pengiriman barang dari kawasan setempat ke daerah lain di Indonesia jadi meningkat," kata Ketua APINDO Kepri, Ir Cahya, Senin (20/1/2020) di kantornya.

Ia mengatakan, PMK yang mulai berlaku 30 Januari 2020 itu akan menurunkan ambang batas barang impor toko online dari US$ 75 menjadi US$ 3. Hal ini jelas akan berdampak langsung kepada ratusan pelaku UMKM Kota Batam.

Lanjut Cahya, pelaku UMKM Batam (BOC) agar langsung menyurakan ketidaksetujuannya kepada instansi terkait, yakni Bea dan Cukai Batam. "Kita intinya mengambil jalur resmi, nanti akan dilayangkan surat kepada BC Batam, Wali Kota Batam, dan juga DPRD Batam untuk tindaklanjuti keberatan para pelaku UMKM ini," ujarnya.

Pemberlakuan ini dianggap berat sebelah karena PMK yang berlaku secara nasional ini seakan hanya berlaku di Kota Batam. Hal ini karena pajak di Kota Batam diterapkan dari harga jual, sedangkan di luar daerah pajak diterapkan dari harga modal.

"Hal ini yang membuat para UMKM Batam teriak. Kami akan bantu dan akan suarakan ini hingga ke pusat. Diharapkan dapat ditinjau kembali," tegasnya.

Di waktu yang bersamaan, Ketua BOC, Saugi Sahab menjelaskan, dengan diberlakukannya aturan ini, maka masyarakat yang berbelanja barang impor (termasuk dari Batam) dengan nilai di atas 3 dolar AS (sekitar Rp 45 ribu) akan dikenakan pajak.

Kebijakan itu dikhawatirkan mematikan pedagang online di Batam, karena harga jual final tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam. "Padahal, di Batam ini banyak pelaku usaha yang mengirimkan barangnya ke berbagai daerah di Indonesia. Kalau ada ketentuan seperti ini, maka bisa jadi orang enggak mau lagi belanja online dari Batam, karena berat di pajak," ujarnya.

Ia dan pelaku UMKM Batam mengusulkan, agar pemerintah tidak serta merta menurunkan ambang batas minimal barang impor dari US$ 75 menjadi US$ 3, karena dinilai terlalu drastis. "Kami usulkan, paling tidak US$ 50 lah. Kalau US$ 3, atau Rp 45 ribu, barang apa yang harganya di bawah itu," ungkapnya.

Selain kepada pedagang-pedagang, dia mengatakan kebijakan itu akan berdampak pada jasa pengiriman barang yang mulai tumbuh subur di Kota Batam.

Apabila ini benar-benar diterapkan, dirinya khawatir akan banyak pedagang dan usaha jasa pengiriman yang gulung tikar. Atau hal yang lebih jelasnya akan terjadi PHK besar-besaran.

"Dikhawatirkan akan banyak pelaku bisnis usaha yang akan memindahkan usahanya ke luar Batam dan hal ini berimbas akan banyaknya PHK karyawan dengan jumlah besar," tegasnya.

Editor: Gokli