Kasus Penggelapan dalam Jabatan PT Taindo Citratama

Dikonfrontir dengan BAP Korban, Terdakwa Tahir Ferdian Berkelit
Oleh : Hadli
Selasa | 05-11-2019 | 19:16 WIB
tahir-sakti.jpg
Terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng saat diperiksa di PN Batam, Selasa (5/11/2019). (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Status tahanan kota yang disandang terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng (Komisaris PT Taindo Citratama) yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Batam membuatnya masih bisa berkelit saat diperiksa majelis hakim, Selasa (5/11/2019). Hal seperti ini jarang terjadi dengan terdakwa lain yang dilakukan penahanan di balik jeruji besi.

Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng, terdakwa penggelapan dalam jabatan yang mengakibatkan korban, Ludijanto Taslim (Direktur Utama PT Taindo Citratama) mengalami kerugian sebesar Rp 25.776.000.000, berkelit dengan mengaku tak tahu dan lupa saat dikonfrontir dengan BAP korban.

Di antaranya, apakah terdakwa sengaja menjual aset perusahaan berupa mesin produksi kepada pihak ketiga bernama Wiliam, yang diketahui telah melakukan pemindahan sebagian besar unit mesin daur ulang pelastik beserta bahan baku biji plastik, dari lokasi pabrik industri Sekupang ke gudang di wilayah Kecamatan Bengkong?

"Tidak benar, saya tidak menjual aset perusahaan yang mulia, namum kami ingin memperbaiki mesin pabrik tersebut," dalih dia, menyangkal perjualan aset PT
Taindo Citratama, yang menjadi pokok perkara penggelapan itu.

Terdakwa menjadi komisaris PT Taindo Citratama sejak tahun 2002. Namun menurut korban pembelian saham 50 persen oleh terdakwa sepenuhnya belum dibayarkan. Diuraikan pada pertengahan 2002 itu, korban menawarkan kepada terdakwa untuk berinvestasi sebesar Rp 9 miliar.

Perjanjian di bawah tangan yang terjadi antara korban dan terdakwa, ketika itu Tahir meminta saham sebesar 50 persen dengan syarat terdakwa akan menambah uang renovasi pabrik sebesar Rp 1,2 miliar dan modal kerja Rp 7,5 miliar (5 kali setor bertahap).

Setoran pertama kali, terdakwa Taher Ferdian memberikan 2 lembar cek BCA masing-masing Rp 750 juta. Namun, salah satu cek BCA tersebut ditarik terdakwa kembali dengan alasan dana di Bank tidak cukup.

Semua, kata korban dalam BAP, telah diatur oleh terdakwa dengan notaris Diah Gubtasari dan terbitnya akta aslinya hingga saat ini pelunasan belum diterima korban. Lalu korban meminta kepada temanya untuk diberikan salinan akta nomor 10 dan nomor 11, seluruh biaya noaris dibayar oleh PT Taindo Citratama.

"Saya lupa yang mulia dan ada yang tidak benar," jawab terdakwa Taher, saat ditanya hakim apakah benar pernyataan korban?

Tahun 2006, akibat krisis finansial perusahaan tersebut tutup beroprasi. Penutupan pabrik, maka PT Taindo Citratama harus membayar uang PHK kepada 104 karyawan, dengan total Rp 1,1 miliar. Tanpa rapat umum pemegang saham (RUPS), pada tahun 2015 Terdakwa menjual aset berupa lahan, bangunan dan peralatan produksi.

Korban Ludjianto Taslim mengatakan, pada Tahun 2016, sebagai Direktur pihaknya wajib melaporkan neraca dan rugi laba selama perusahaan beroprasi kepada pemegang saham. Setelah pabrik tidak beroprasi lagi, untuk meminimalisir kerugian, pemegang saham berupaya menjual pabrik beserta aset lainnya kepada PT Indoport senilai Rp 40 miliar melalui Appraisal dengan nomor 72/SK/DIR/iu/ix/2016.

Setelah bernegosiasi panjang proses pembelian tercapai, namun kata Ludjianto, setelah pembeli datang ke lokasi pabrik, sebagian besar mesin produksi sudah tidak ada alias hilang. Dan pada 2017 korban melaporkan kejadian tersebut ke Polda Kepri.

Perkara yang disidangkan jaksa Rosmarlina Sembiring dan majelis hakim Dwi Nuramanu, Taufik Nainggolan dan Yona Lamerosa ini ditunda setelah pemeriksaan terdakwa. Persidangan akan kembali digelar pada hari berikutnya.

Editor: Gokli