Ekonom Minta Pemerintah Beri Perhatian Khusus Dampak Penghentian Impor 4 Komoditas
Oleh : Irawan
Minggu | 19-01-2025 | 17:04 WIB
matnur_b13.jpg
Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, dampak dari penghentian impor terhadap empat komoditas pangan, yakni beras, jagung, gula konsumsi, dan garam yang dimulai 2025 perlu perhatian khusus.

"Kebijakan ini tentu patut diapresiasi sebagai langkah untuk memperkuat kemandirian nasional. Namun, dampak kebijakan ini terhadap stok dan harga pangan domestik memerlukan perhatian serius," ujar Achmad Nur Hidayat, Minggu (19/1/2025).

Dirinya menilai, saat impor dihentikan, ketersediaan stok pangan sepenuhnya bergantung pada kemampuan produksi domestik.

Dengan demikian, kata dia, jika produktivitas petani tidak optimal atau menghadapi tantangan seperti cuaca ekstrem, serangan hama, atau distribusi yang buruk, maka potensi defisit pasokan sangat besar, termasuk bisa memicu kelangkaan pangan di pasar sehingga berpotensi meningkatkan harga secara signifikan.

Harga pangan yang tinggi akan berdampak luas pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang mengalokasikan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan pangan.

Ketidakstabilan harga juga akan menciptakan ketidakpastian bagi sektor bisnis yang terkait dengan pangan, termasuk usaha kecil dan menengah di bidang pengolahan makanan.

Selain itu, tanpa cadangan impor sebagai penyeimbang, ketergantungan pada produksi lokal akan membuat pasar domestik lebih rentan terhadap guncangan eksternal, seperti perubahan iklim atau bencana alam.

Walaupun kebijakan ini memberikan sinyal positif terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian pangan, keberhasilan program ini dinilai sangat bergantung pada implementasi yang konsisten dan dukungan terhadap sektor pertanian.

"Ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini lebih bersifat simbolis. Jika harga pangan melonjak atau stok domestik tidak mencukupi, besar kemungkinan pemerintah akan kembali membuka keran impor untuk meredam gejolak sosial dan ekonomi," katanya.

Ia mengatakan, infrastruktur pertanian dan distribusi menjadi salah satu tantangan terbesar sebab daerah penghasil pangan masih kekurangan fasilitas irigasi, akses jalan ke lahan pertanian, dan teknologi pertanian modern serta produktivitas petani seringkali terhambat oleh kurangnya akses terhadap benih berkualitas, pupuk, dan pendanaan.

Dia pun mengusulkan agar ada pendekatan yang holistik dan berorientasi pada hasil harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia.

Editor: Surya