BP Batam Usulkan agar Kampung Tua Tetap Masuk Kawasan FTZ
Oleh : Nando Sirait
Sabtu | 22-06-2019 | 16:04 WIB
edy-ftz-kampung-tua.jpg
Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady menyampaikan pihaknya mengusulkan agar rencana pelepasan 37 titik lahan Kampung Tua dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) BP Batam dibuat dalam aturan yang jelas, khususnya mengenai fasilitas Free Trade Zone (FTZ).

Hal ini disampaikan Kepala BP Batam, menyusul kawasan yang lepas dari HPL BP Batam, tidak akan dapat fasilitas FTZ. Ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 2012 tentang perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

"Kalau keluar dari HPL BP, apa tetap FTZ atau tidak? Kalau tak FTZ, transaksi di situ harus bayar PPN," kata Edy, Jumat (21/6/2019).

Jika tidak FTZ, status masyarakat di Kampung Tua itu, akan sama dengan Belakangpadang. Karena berada di luar HPL BP Batam. "Saya usul dan kita sudah sepakati, kalau bisa (Kampung Tua) tetap FTZ. Kalau di luar FTZ, orang belanja atau buka toko di sana, kena PPN. Tak bisa dapat fasilitas FTZ. Kan kasihan," ujarnya.

Usulan agar Kampung Tua tetap mendapat fasilitas FTZ itu diterima. Ia meminta agar Menteri Agraria dalam peraturannya nanti, membuat klausul, Kampung Tua di Batam tetap mendapat fasilitas FTZ.

"Kita juga minta kawan-kawan di Jakarta, supaya perubahan PP nomor 10 tahun 2012 hal itu dimasukkan. Kampung Tua di Batam tetap FTZ," kata Edy.

Selain itu, sambung Edy Putra, Kampung Tua di Batam juga masih menyimpan sejumlah persoalan. Misalnya saja, ada sebagian yang lahannya yang sudah dialokasikan ke pihak lain dan ada pula lahan Kampung Tua yang masuk dalam kawasan hutan lindung serta Daerah Penting Cakupan Luas dan Strategis (DPCLS).

Untuk penetapan lahan (PL) yang telah dikeluarkan BP Batam ke pihak lain, kata Edy, BP Batam bisa mengatasinya dengan mencabut PL tersebut. Di mana, memang dalam pemberian PL ada perjanjian yang dibuat dengan pihak penerima PL, yakni melakukan pembebasan lahan.

"PL-PL yang sudah diberikan itu banyak. Dokumennya ada, tetapi tak efektif karena tidak ada yang membangun. Lahan masih dikuasai masyarakat," kata Edy.

Editor: Gokli