Kolam Bekas Galian Renggut Korban Jiwa, Preseden Buruk bagi DLH Batam
Oleh : Hendra Mahyudi
Jumat | 21-06-2019 | 08:04 WIB
kolam-galian.jpg
Kolam bekas galian yang memakan korban tiga orang bocah asal Kampung Kendal Sari, Sei Temiang. (Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kematian Yelse De Fitria atau Devi (12), Antonio De Vichel (7) dan Vinsensius Jevan (6), tiga bocah asal kampung Kendal Sari RT 03/RW 07 Sei Temiang, Kelurahan Tanjungriau, saat ini hanya meninggal tangis dan duka mendalam bagi keluarga.

Tewasnya ketiga bocah tak berdosa itu akibat tenggelam dalam kolam bekas galian pasir tersebut, merupakan presenden buruk bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Batam, yang pada dasar operasionalnya turut memiliki tugas dalam pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan serta penanggulangan pencemaran (yang juga berhubungan dengan lingkungan membahayakan masyarakat sekitar).

Sementara itu sejak beberapa tahun belakangan, beberapa kali dikejutkan akan peristiwa anak-anak yang menjadi korban akibat kolam bekas galian yang beberapa di antaranya disebutkan ilegal. Sudah mulai banyak yang menjadi korban dan terakhir ini adalah ketiga bocah kesayangan keluarganya.

Hal yang mengkhawatirkan lagi, di sekitar kawasan Sei Temiang ini terdapat 3, bahkan lebih kolam buatan yang peruntukannya tidak jelas. Dari DLH sendiri mengakui tidak mengetahui keberadaan kolam-kolam tersebut.

Seperti yang disampaikan oleh Amjaya, Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Hidup, DLH Kota Batam saat meninjau lokasi kolam maut di Sei Temiang itu, Kamis (2/6/2019). Amjaya hanya mengatakan, jika kolam dibuat untuk kepentingan pihak tertentu dan mengantongi izin dari instansi pemerintah terkait, sudah seharusnya diberi pengaman di sekitar kolam. Sehingga, tidak membahayakan masyarakat umum, terutama anak-anak yang kapanpun bisa berujung dengan maut.

"Kami belum tahu apakah ini dibuat pihak tertentu di lahan mereka atau lahan negara (hutan lindung). Ini akan kami telusuri melalui Peta Lokasi di Badan Pengusahaan (BP) Batam. Kalau di lahan hutan lindung akan kami tutup. Tapi kalau lahan yang sudah dialokasikan, maka pihak yang mengelolah lahan ini akan kami panggil," ujarnya di hadapan wartawan.

Memang, pada saat DLH mendatangi lokasi kejadian kemarin, mereka tidak menemukan pemilik lahan yang bertanggungjawab atas kolam buatan. Kendati di sekitar lokasi alat berat telah siap-siap untuk bekerja mengeruk tanah di perbukitan sekitar, dan pekerja yang mengoperasikan alat berat juga enggan berkomentar banyak, karena mereka hanya pekerja.

Kepada pewarta, DLH sejauh ini mengatakan masih belum bisa menyimpulkan apakah lahan tersebut milik pihak ketiga atau masih status lahan negara. Hanya saja ketika hasil penelurusan telah ada, dan terbukti ada unsur kesengajaan maupun kelalaian terhadap pembuatan kolam dengan kedalaman dua meter itu, maka pihak DLH akan melakukan tindakan tegas.

Sementara itu, Lurah Tanjungriau Agus Sofyan di lokasi yang sama menegaskan pendapat yang sama. Andai terbukti kolam itu milik pihak ketiga, maka perlu adanya sanksi tegas karena atas kecerobohan yang telah menyebabkan kematian ketiga bocah.

Kolam tersebut harus ditutup atau diberi pengaman seperti pagar dan peringatan bahaya. "Hal itu harus, karena sudah sering kejadian seperti ini di sekitar sini. Semua kolam buatan ini akan ditelusuri," tegasnya.

Namun sayang, masyarakat telah kadung kecewa akan hal ini. Mereka hanya berharap pemerintah terkait untuk segera memagari kolam-kolam yang mereka sebut kolam siluman, dikarenakan pemilik dan peruntukannya yang tak jelas.

"Harapan kami hanya satu, kolam tersebut dipagari atau kalau bisa ditimbun, jangan sampai berjatuan korban lagi. Anak-anak kami yang jadi korbannya, sementara keuntungan entah buat siapa," kata Andi, warga sekitar.

Editor: Chandra