Ini Empat Argumentasi Hukum Wali Kota Batam Tak Boleh Rangkap Jabatan Jadi Ex-Officio Kepala BP Batam
Oleh : Irwan Hirzal
Kamis | 21-02-2019 | 17:28 WIB
ex-officio-rudi.jpg
Meme berisi empat alasan Wali Kota Batam boleh menjabat Kepala BP Batam secara ex-officio. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dalam tiga hari terakhir ini, beredar meme di media sosial berisi foto Wali Kota Batam, H. Muhammad Rudi lengkap dengan empat alasan, bahwa rangkap jabatan menjadi Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam tidaklah melanggar hukum.

Di antara argumennya adalah, bahwa Kepala BP Batam bukanlah pejabat negara sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Menanggapi meme tersebut, BATAMTODAY.COM menghubungi peneliti/praktisi hukum di Kota Batam, Ampuan Situmeang, untuk mendapatkan argumentasi hukum. Namun, sebelum memaparkan argumentasi hukumnya, Ampuan menegaskan, pihak-pihak yang tidak sependapat dengan kebijakan Wali Kota Batam merangkap jabatan secara ex-officio sebagai Kepala BP Batam, bukanlah hendak menghalang-halangi. "Tidak sependapat, bukan berarti menghalangi, ya'kan?," ujarnya.

Empat alasan di meme bergambar Wali Kota Batam itu, menurut Ampuan, merupakan cara pandang yang sepotong-potong dan cenderung membodohi. "Ini versi pembodohan, cara pandang yang sepotong-sepotong diuraikan. Ini bukan cara pandang atau logika hukum," tegasnya.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 76 Ayat 1 huruf h, dinyatakan sebagai berikut : (1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang:

h. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

Pertanyaannya: apakah Kepala BP Batam merupakan Pejabat Negara? Jawabannya, ya betul Kepala BP Batam adalah pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh UU.

Alasannya, karena pengertian pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan pejabat negara yang ditentukan oleh undang-undang. Pejabat Negara terdiri dari atas :

1. Presiden dan Wakil Presiden.
2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota MPR.
3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan.
4. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan.

5. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung.
6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
7. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri.

8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
9. Gubernur dan Wakil Gubernur.
10. Bupati / Walikota dan Wakil Bupati / Wakil Walikota.
11. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

Kesimpulan: BP Batam adalah Lembaga Negara Non Struktural, yang ditentukan dalam UU Nomor 36 Tahun 2000 jo UU Nomor 53 Tahun 1999 jo UU 44 Tahun 2007, jo PP Nomor 46 Tahun 2007, jo PP Nomor 5 Tahun 2011, jo UU Nomor 23 tahun 2014 pasal 360 ayat (1), ayat (2a), dan ayat (4).

Maka, dapat disimpulkan bahwa Kepala BP Batam dapat disebutkan sebabai pejabat negara karena bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia dalam memberikan Ijin Penanaman Modal Asing (salah satu contohnya). Sehingga Kepala BP Batam adalah tergolong Pejabat Negara Lainnya.

Kemudian, argumen hukum kedua atas pernyataan bahwa Wali Kota Batam dapat menjabat sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam, Ampuan mengungkapkan, bahwa hal itu tidak sama sebagaimana yang berlaku dengan :

1. Menko Perekonomian yang menjabat Ketua Dewan Kawasan Batam.
2. Gubernur Kepri yg menjabat sebagai Ketua DK Batam pada periode sebelum DK Batam ditarik ke Kemenko Perekonomian.
3. Walikota Batam yg menjabat Anggota Dewan Kawasan.

Hal itu dilaksanakan sejak tahun 2008. Karena sifat strukturnya Dewan Kawasan (Kebijakan regulator), bukan Kepala (Operator), maka tidak terjadi permasalahan, karena sebagai Anggota, bukan sebagai Kepala, karena jabatannya terkait dengan beberapa kebijakan di daerah yang dipimpinnya.

Argumentasi ketiga atas meme tersebut, Ampuan menjelaskan, Kepala BP Batam diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Kawasan Batam (Menko Perekonomian). Seharusnya memiliki SOP, dulu ada diatur dalam Keputusan Menko Perekonomian selaku ketua Dewan Nasional (Denas) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Nomor: KEP-59/MENKON/12/2008 Tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Pembentukan Kelembagaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Pada butir II. 4 Persyaratan, Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhetian; dari angka 1 s/d angka 14, salah satu syaratnya dalam angka 3 adalah; Calon Kepala, Wakil Kepala, dan Anggota BP Batam, dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan, serta memenuhi syarat kompetensi.

Sekalipun Keputusan Denas KPDBPB No. KEP-59 tersebut telah dicabut dengan Peraturan Menkopereknomian No. 1 tahun 2016 tentang Pencabutan Keputusan Menkoperekonomian selaku Denas KPDBPB tersebut. Maka, dapat dimaknai bahwa Walikota Tidak Disarankan/dan atau tidak dibenarkan merangkap jabatan secara Ex-Officio memimpin sekaligus menjadi Kepala BP Batam.

Karena, lanjut Ampuan, proses pemberhentian dan pengangkatan Kepala BP Batam tidak ada SOP, melainkan hanya diatur melalui Keputusan Dewan Kawasan Batam, (patut di duga di lakukan dengan sewenang-wenang, sekalipun pemberhentian dan pengangkatan yang telah di lakukan tidak pernah diuji di lembaga peradilan, karena yang bersangkutan tidak bersedia memngujinya dengan berbagai alasan).

Sebagaimana yang terjadi pada saat pergantian dari Mustofa Wijaya kepada Hatanto Reksodipoetro maupun dari Hatanto Reksodipoetro kepada Lukita Dinarsyah Tuwo.

Sehigga, tranparansi pemberhentian dan pengangkatan Kepala BP Batam selama ini pantas dan patut diduga dilakukan dengan subyektifitas Ketua dan beberapa saja dari Anggota Dewan Kawasan (tidak transparan).

Sehingga seharusnya SOP ini yang harus diterbitkan dalam regulasi, dan juga mekanisme atau SOP pengusulan Ketua dan anggota DK untuk dapat di tetapkan oleh Presiden. "Artinya, ini dapat diartikan sebagai belum ada aturan yang jelas prosedurnya, dalam AUPB (azas azas umum pelaksanaan pemerintahan yang baik) itu di mankanai sebagai sesuatu yang tidak boleh di laksanakan," paparnya.

Sedangkan argumentasi hukum keempat Ampuan adalah, berdasarkan UU Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam Pasal 21 Ayat 1 :

(1) Dengan terbentuknya Kota Batam sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya mengikutsertakan Badan Otorita Batam. Status dan kedudukan Badan Otorita Batam yang mendukung kemajuan Pembangunan Nasional dan Daerah sehubungan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah perlu disempurnakan.

(2) Hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus diterbitkan selambat-lambatnya dua belas bulan sejak tanggal diresmikannya Kota Batam.

Penjelasan Pasal 21 Ayat (1) Keikutsertaan Badan Otorita Batam dimaksudkan untuk kesinambungan berbagai kemajuan pembangunan di kawasan Batam sebagai kawasan industri, alih kapal, pariwisata, dan perdagangan yang selama ini dilakukan oleh Badan Otorita Batam.

Ayat (3) Pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam.

Pertanyaannya : Apakah dengan kondisi Walikota sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam, hal itu melanggar ketentuan UU Nomor 53 Tahun 1999 tersebut?

Jawabanya : Jelas Melanggar, karena tidak harmonis dan tidak selaras dengan UU 53/1999 yang di tanyakan, dengan alasan sebagai berikut: 1. Para pihak yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 21 Ayat 1 ini adalah institusi yaitu Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam, setiap badan memiliki kepala, artinya Walikota Batam, harus bekerjasama dengan Kepala Otorita Batam.

2. Entitas Badan Otorita Batam tidak hapus sejak diterbitkannya PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang KPBPB Batam, akan tetapi beralih sebagaimana di atur pada pasal 3 dan palas 4 PP 46 tersebut.

Jadi, kesimpulannya, Walikota menjadi Ex-Officio Kepala BP Batam,tidak tidak disarankan. Karena pada ayati pasal 21 UU 53 tahun 1999 tersebut justur mengamanatkan diterbitkannya Peraturan pemerintah yang mengatur hubungan kerjasama antara OB dan Pemko Batam, sekalipun sekarang telah beralih menjadi BP Batam nama Entitasnya, namun diperkuat dengan Pasal 360 ayat (1) dan ayat (2a), dan ayat (4) UU 23 tahun 2014 tentang Pemda.

Editor: Dardani