Kepala BP Batam Sebut Keputusan Proyek Kota Air Wewenang 'Dewa-dewa' di Pusat
Oleh : Nando Sirait
Jumat | 15-02-2019 | 19:48 WIB
kepala-BP-Eddy.jpg
Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady. (foto: Nando)

BATAMTODAY.COM, Batam - Wacana Lukita Dinarsyah Tuwo, mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, untuk mengembangkan kawasan Teluk Tering menjadi kawasan bisnis dengan julukan 'Kota Air' seakan sirna setelah dirinya tidak lagi menjabat di BP Batam.

Sebelumnya, Lukita menyatakan lahan seluas 1.400 hektare itu akan dikembangkan menjadi kawasan pusat bisnis dan jasa. Dimana, beberapa investor asing menyatakan siap berinvestasi di Kota Batam.

Bahkan, rencana pengembangan Kota Air ini juga dinyatakan sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden RI Joko Widodo. Nantinya Kota Air ini akan dirancang menjadi kawasan terpadu, dimana hal ini diprediksi akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi Batam.

Namun setelah Lukita tak lagi menjabat, belakangan diketahui Wali Kota Batam Muhammad Rudi dan Gubernur Kepri Nurdin Basirun sudah mengeluarkan surat rekomendasi untuk pengembangan kawasan di Teluk Tering, atas permintaan PT Kencana Investindo Nugraha.

Terkait kelangsungan rencana megaproyek pengembangan Kota Air tersebut, Kepala BP Batam yang menggantikan Lukita, Edy Putra Irawady, mengatakan bukan urusannya.

"Kota Air, itu urusan dewa-dewa. Bukan urusanku. Urusanku kejar tata ruang, kejar masterplan, kejar urusan lahan supaya punya bank tanah untuk memberikan fasilitas kepada investor," ujar Kepala BP Batam yang baru, Edy Putra Irawady, pasca pertemuan dengan pihak Pengusaha di ruang Balairungsari, Jumat (15/02/2019).

Edy mengakui, statement mengenai para dewa ini, merujuk kepada Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, serta Menteri yang memiliki wewenang dalam mengendalikan BP Batam.

Ia juga mengakui, sebelumnya BP Batam memang punya rencana membuat Kota Air di Teluk Tering. Namun itu baru sebatas rencana, belum sampai ke tahap eksekusi.

Mengenai tahapan selanjutnya, ia mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada para dewa untuk kemudian diserahkan kepada BP Batam, maupun dikelola oleh Pemko Batam.

"Punya rencana Kota Air, boleh saja. Tapi ketika implementasi ada friksi (pergeseran yang menimbulkan perbedaan pendapat), itu harus diselesaikan dewa-dewa. Biarkan dewa-dewa selesaikan. Kitakan cuma sudra (golongan atau kasta yang terendah dalam masyarakat yang beragama Hindu)," lanjutnya.

Namun, secara prinsip Edy menegaskan, pihaknya mendukung setiap keputusan apabila hal tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Batam. Pihaknyapun mengaku saat ini tengah fokus pada transformasi Batam dari Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

"Kita punya wilayah kerja delapan pulau. Rempang, Galang, Galang Baru. Masih luas. Ini kewenangan kita, tanggungjawab kita. Kita eksekusi," ungkapnya.

Adanya wacana pengembangan kawasan Teluk Tering menjadi Kota Air, oleh BP Batam, tentunya sangat berbanding terbalik dengan progres pemberian izin yang akan diberikan Walikota Batam kepada PT Kencana Inveatindo Nugraha (KIN).

Dimana pada beberapa waktu lalu, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun mengaku belum memikirkan keuntungan yang diperoleh dari pemberian izin rekomendasi pemanfaatan ruang laut pengelolaan Teluk Tering, Batam Center.

Nurdin mengatakan, hanya mengharapkan adanya investasi yang masuk ke Batam atas pemberian izin pemanfaatan ruang kawasan laut Teluk Tering Batam itu.

"Pemberian izin prinsip pengelolaan kawasan laut ini belum ada memperhitungkan untung dan rugi, karena masih jauh lagi perjalananya. Dan yang kita harap dari adanya proyek ini, akan ada investasi yang masuk," ujar Nurdin pada wartawan dalam kegiatan Launching Tehnologi Informasi Kominfo Kepri, di aula kantor Gubernur Kepri, Dompak, Tanjungpinang, Selasa (12/2/1019) lalu.

Saat ini tambah Nurdin, trend dan eforia dibeberapa negara, adalah membangun kota Front diatas laut, dengan mereklamasi pantai dan laut. Maka, kalau jadi tren, hal ini nantinya akan membuat publik tertarik.

Editor: Chandra