Namanya Jadi Nama Masjid Terbesar se-Sumatera, Siapa Sultan Mahmud Riayat Syah?
Oleh : Hendra
Kamis | 07-02-2019 | 09:29 WIB
masjid-agung-II.jpg
Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah di Kecamatan Batuaji, Kota Batam disebut-sebut menjadi salah masjid terbesar se-Sumatera. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Setelah dianugerahi gelar pahlawan nasional di Istana Negara pada tanggal 9 November 2017 lalu, kini namanya kembali diabadikan menjadi nama satu masjid terbesar se-Sumatera, yang dibangun di atas tanah seluas 4 hektar di wilayah Kecamatan Batuaji, Batam.

Abdul Malik, seorang dosen bahasa di Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah), mengatakan, sudah sangat tepat nama beliau digunakan untuk nama masjid tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa Sultan Mahmud merupakan seorang pahlawan yang turut berjuang melawan penindasan kolonial di masa penjajahan Belanda dulu.

"Sultan Mahmud adalah seorang pahlawan yang berjuang melalui peperangan terhadap Belanda. Beliau juga peletak dasar kemajuan peradaban islam di Kepulauan Riau," ujarnya kepada pewarta BATAMTODAY.COM, Rabu (06/02/2019).

Menurut dosen yang juga ketua tim penyusun buku 'Sultan Mahmud Riayat Syah: Pahlawan Besar Gerilya Laut' itu, pada zaman dahulu saat sang sultan masih memimpin kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, agama islam maju dan pesat di Kepulauan Riau.

"Beliau membangun masjid bersejarah di Daik, Lingga dan Pulau Penyengat. Pada masa itu didatangkan juga para ulama dari Arab, Jawa, Sumatera, dan lainnya. Untuk mengajarkan agama islam kepada para pejabat kerajaan dan rakyatnya. Jadi sangat tepat namanya dijadikan nama Masjid Agung II," jelasnya.

Abdul menjelaskan, begitu gagahnya sang sultan berjuang, hingga menang besar melawan pasukan Belanda di Tanjungpinang pada tanggal 13 Mei 1787.

Setelah menang dalam pertempuran di Laut Tanjungpinang, secara mengejutkan, Sultan Mahmud memindahkan pusat kesultanan dari Tanjungpinang ke Daik, Lingga.

"Pintarnya, strategi hijrahnya beliau dari Pinang ke Lingga adalah pilihan yang sangat tepat. Bagaimana tidak, di daerah baru tersebut mereka kembali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi kaum kolonial," lanjutnya.

Sultan Mahmud bersama pasukannya kembali menjadi duri dalam daging bagi penjajah Belanda. Serangan para perompak yang tak lain adalah pasukan sekutu sultan sendiri, membuat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda ketar-ketir.

Abdul menuturkan, dalam sebuah laporan arsip catatan rapat VOC di Malaka, tahun 1790, pemberontakan Sultan Mahmud telah sangat mengacaukan sumber ekonomi VOC Belanda. "Dalam arsip tersebut, disebutkan Sultan Mahmud dan pengikutnya telah sangat membahayakan kedudukan VOC di kawasan Kepulauan Riau. Jadi dari arsip itu kan bisa disimpulkan, sultan dan sekutu bajak lautnya dianggap musuh yang sangat berbahaya bagi Belanda," tuturnya.

Oleh karena itu, Abdul Malik mengatakan pemberian nama Masjid Agung II dengan nama beliau adalah langkah yang tepat. "Selain seorang pahlawan nasional kemerdekaan, beliau juga peletak dasar kemajuan peradaban islam di Bumi Melayu Bertuah," tutupnya.

Editor: Gokli