Terlibat TPPO, Paulus Baun Dituntut 4 Tahun Penjara di PN Batam
Oleh : Gokli
Jum\'at | 26-10-2018 | 09:52 WIB
4-thn-penjara.jpg
Terdakwa Paulus Baun alias Amros. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Paulus Baun alias Amros alias Sadrak Banoet, terdakwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang juga kaki tangan PT Tugas Mulia--perusahaan penyalur pembantu rumah tangga (PRT)--milik Rusna (tersangka lain dalam perkara yang sama) dituntut 4 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (25/10/2018).

Jaksa penuntut umum, Nani Herawati menggantikan Arie Prasetyo, menyatakan terdakwa terbukti bersalah, melanggar pasal 2 Jo pasal 17 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menuntut agar terdakwa Paulus Baun alias Amros dijatuhi hukuman 4 tahun penjara," ujar jaksa, membacakan amar tuntutannya di hadapan majeli hakim, Martha Napitupulu, Renni Pitua Ambarita dan Egi Novita, serta dihadiri terdakwa dan penasehat hukumnya, Eduard Kamaleng.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp120 juta. Jika denda tak dibayar akan diganti dengan hukuman 3 bulan kurungan.

Terhadap tuntutan itu, PH terdakwa, Eduard menyampaikan akan mengajukan pembelaan secara tertulis. Mereka, meminta waktu kepada majelis untuk menyiapkan nota pembelaanya selama satu pekan.

Untuk mendengar nota pembelaan terdakwa, manjelis hakim menunda sidang selama satu pekan.

Usai persidangan, Eduard mengaku sangat tidak sependapat dengan tuntutan jaksa. Di man, menurut dia, kliennya (terdakwa) hanya membantu ponakannya (korban) mendapatkan pekerjaan.

Pun, dalam membantu korban mendapatkan pekerjaan, terdakwa tidak mendapkan untung atau uang dari korban maupun PT Tugas Mulia (perusahaan penyalur PRT). "Terdakwa sama sekali tidak mendapatkan untung atau uang dari terdakwa dan perusahaan. Bagaimana mungkin hal seperti itu disebut TPPO, yang benar saja," kesalnya.

Sebelumnya, Amros, begitu terdakwa biasa dipanggil para saksi yang sudah diperiksa sebelumnya, berkelit dengan menyampakan keterangan yang berbeda dalam BAP. Padahal, keterangan para saksi sebelumnya tak banyak yang dia bantah.

Meski ahkirnya Amros mengaku bersalah di hadapan majelis hakim Martha Napitupulu didampingi Renni Pitua Ambarita dan Egi Novita, tedakwa sempat membuat 'pusing' jaksa dan majelis saat melakukan pemeriksaan.

Di mana, Amros mengaku tak tahu jika saksi korban MS (16) pada 2016 lalu merupakan anak di bawah umur, yang dibawa dari NTT dan kemudian dipekerjakan sebagai PRT melalui PT Tugas Mulia. "Memang badanya saat itu masih kecil, tetapi saya tak tahu masih di bawah umur," dalih terdakwa.

Pengakuan terdakwa ini jelas bertentangan dengan keterangan saksi-saksi sebelumnya, termasuk korban dan juga ibu korban. Bahkan, jaksa penuntut umum, Arie Prasetyo juga dapat mematahkan dalih terdakwa, dengan adanya barang bukti surat domisili, memalsukan umur korban, yang kala itu diurus oleh terdakwa bersama korban dan lainnya ke Kantor Kepala Desa dan kecamatan.

Dalam surat domisili itu, saksi korban yang lahir pada tahun 2002 diubah menjadi kelahiran 2000, agar umurnya saat dipekerjakan mencapai 16 tahun.

Terdakwa juga membantah mendapat keuntungan dari PT Tugas Mulia setelah menitipkan dua orang anak untuk dipekerjakan sebagai PRT. Padahal, saksi Rusna sebelumnya menjelaskan, memberikan uang Rp4,5 juta kepada terdakwa untuk setiap orang yang dititip kepada PT Tugas Mulai.

"Saya tak ada ambil untung. Tetapi uang saya yang sempat terpakai untuk ongkos saya minta diganti," katanya.

Amros juga berdalih, menitipkan dua anak di bawah umur untuk dipekerjakan PT Tugas Mulia sebagai PRT hanya untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga korban. Dia mengaku tak berniat untuk mengeksploitasi kedua anak tersebut.

"Saya hanya membantu mencarikan pekerjaan. Karena orangtua saksi korban menitipkan anaknya kepada saya dan untuk dicarikan pekerjaan," kelitnya.

Hal ini sebelumnya telah dibantah ibu korban yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan. Saksi kala itu mengatakan, bahwa terdakwa membawa korban ke Batam untuk mengasuh anaknya yang masih kecil, bukan tujuan dipekerjakan sebagai PRT melalui perusahaan penyalur.

Adapun kasus ini bergulir sampai ke persidangan, lantaran saksi korban yang sudah dua tahun kerja sebagai PRT melalui PT Tugas Mulia belum mendapatkan haknya, berupa gaji selama 21 bulan. Selama itu juga, saksi korban baru mendapat upah selama bulan, padahal majikan korban selalu membayar ke pihak penyalur.

Akibat dari perbuatannya, terdakwa Paulus Baun alias Amros alias Sadrak Banoet diancam pidana pasal 2 Jo pasal 17 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana atau kedua pasal 88 Jo pasal 76 I UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Editor: Surya