Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Proyek Reklamasi Marak, Hutan Mangrove di Sagulung Mulai Tenggelam
Oleh : Yosri Nofriadi
Kamis | 21-09-2017 | 13:51 WIB
Reklamasi-Sagulung1.gif Honda-Batam
Proyek reklamasi di Sagulung. (Foto: Yosri)

BATAMTODAY.COM, Batam - Camat Sagulung Reza Khadafy menyebutkan aktivitas penimbunan hutan mangrove paling banyak ada di Kecamatan Sagulung yakni, Kelurahan Tembesi, Seipelenggut dan Seilangkai. Aktivitas tersebut berupa penimbunan hutan mangrove, sungai dan laut untuk pengembangan perumahan dan lainnya.

 

"Dari data yang kita peroleh dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam aktivitas penimbunan hutan mangrove paling banyak ada di Kecamatan Sagulung. Sebagian aktivitas itu sudah ada yang karena tidak berizin dan juga membahayakan masyarakat yang bermukim di sekitar," ujar Reza, Kamis (21/9/2017)

Maraknya proyek reklamasi itu tentu berdampak terhadap lingkungan. Contohnya banjir yang kerap mengepung masyarakat Sagulung ketika hujan lebat turun. Bahkan ada perusahaan yang sengaja mempersempit alur sungai yang menjadi saluran pembuang dari berbagai pemukiman warga di kelurahan Tembesi.

"Yang mereka timbun itu daerah resapan air. Makanya kalau air pasang atau hujan banjir dimana-mana," ujar Reza lagi.

Sebelumnya, warga perumahan Taman Anugerah, kelurahan Tembesi, Sagulung pernah menolak proyek reklamasi yang menimbun hutan bakau atau mangrove di belakang perumahan mereka. Mereka kuatir jika hutan bakau tersebut ditimbun, pemukiman mereka akan terendam banjir nantinya.

Ketua RT 03 perumahan Taman Anugerah Eko mengatakan, proyek reklamasi yang menimbun hutan bakau di belakang perumahan mereka itu sudah berjalan hampir tiga bulan belakangan ini. Proyek tersebut mulanya menimbun lahan kosong yang ada di dekat hutan bakau. Namun belakangan aktifitas penimbunan meluas hingga ke lokasi hutan bakau.

"Hutan bakau itu merupakan daerah resapan air. Nah kalau itu ditimbun, air pembuangan mau ngalir kemana. Kalau pemerintah tidak ambil tindakan ini berbahaya buat tempat tinggal kami pak," ujar Eko, beberapa waktu lalu.

Dari berita sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengungkap setiap periode pembangunan, Kota Batam kehilangan banyak hutan mangrove. Bahkan, sepanjang tahun 2015, sebanyak 800 hektar hutan mangrove di Batam hilang akibat tingginya pembangunan perumahan.

800 hektar hutan mangrove yang hilang itu tersebar di sejumlah wilayah Kota Batam. 620 hektar diantaranya berada di daerah Tembesi, Kecamatan Sagulung, akibat pembangunan waduk dan perumahan.

"Sebelum pembangunan dimulai pada tahun 2009 Batam memiliki hutan mangrove 19,9 persen. Grafik hutan mangrove terus turun drastis dari tahun ke tahun. Di tahun 2015 hutan mangrove yang tersisa hanya 5,9 persen dan terus berkurang sampai saat ini," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Dendi Purnomo, beberapa waktu lalu.

Untuk melestarikan hutan mangrove yang terus berkurang dari peta wilayah Kota Batam, Dinas Lingkungan Hidup melakukan penanaman hutan mangrove yang dipusatkan di kampung Jawa Tanjung Piayu, Kecamatan Seibeduk.

"Peruntukan suatu wilayah sebagai hutan mangrove berdasarkan Perpres nomor 87 Tahun 2011. Jika ada pembangunan yang menyalahi aturan di wilayah itu, kita akan hentikan," tegasnya.

Hal ini juga yang menjadi dasar DLH Batam menghentikan aktivitas penimbunan yang dilakukan salah PT Adi Bintan Pratama dan PT Artakindo di Tembesi. Di mana, pengembang itu menimbun hutan mangrove tanpa izin dan tak mau tahu akan kerusakan lingkungan.

Editor: Yudha