Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPU Ingin Pasal dalam PKPU Larang Napi Korupsi Maju di Pemilu 2019
Oleh : Redaksi
Rabu | 23-05-2018 | 18:52 WIB
kpu-ri1.jpg Honda-Batam
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pihaknya akan tetap melarang mantan narapidana korupsi maju menjadi calon legislatif di Pemilu Serentak 2019. Ketentuan itu masuk dalam rancangan PKPU.

"Lalu, soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap untuk tidak memperbolehkan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg tertuang pada pasal 7 ayat (1)huruf (j). Aturan ini berbunyi 'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Soal potensi gugatan atas aturan tersebut ke Mahkamah Agung, Pramono menegaskan, KPU siap menghadapi. Dia mengklaim pihaknya telah menyiapkan penjelasan logis untuk tetap memberlakukan larangan bagi eks narapidana korupsi maju menjadi caleg.

"Enggak lah. Gugatan ke MA ya kita akan siapkan argumen dan penjelas dan lain-lain. Sebab kami senang jika aturan yang kami buat itu, nanti kami akan bisa beradu argumen di forum judicial review di MA," tegasnya.

Pramono mengungkapkan alasan KPU menerapkan aturan itu karena ingin menjalankan amanat reformasi yakni memberantas KKN. Tujuannya agar anggota DPR yang lahir dari proses Pemilu 2019 berintegritas dan bebas dari korupsi.

"Sebab ini kan juga hati-hati ini adalah 20 tahun reformasi. Dan saya dulu juga termasuk yang salah satu dulu menduduki kantor ini. Salah satu aspirasi kita saat reformasi dulu kan memberantas KKN ya," paparnya.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menegaskan, aturan soal larangan bagi eks napi korupsi maju di Pileg 2019 tidak bermaksud mencabut hak politik seseorang.

"Enggak, ada enggak kemarin yang bilang begitu. Semua sepakat kita bentengi, kita atur. Cuman kan, ada yang minta itu pakai SE sajalah, itu diingatkan sajalah, itu pakai imbauan sajalah. Semua bersemangat engga boleh," klaimnya.

Arief menyebut dua tujuan yang mendasari aturan tersebut. Pertama, KPU ingin melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi oleh caleg. Apalagi, kata dia, regulasi soal syarat pencalonan presiden tidak memperbolehkan eks napi korupsi ikut berpartisipasi. Kedua, KPU ingin melahirkan Pemilu yang bersih dan lebih baik.

"Maka KPU ingin mencegah di awalnya. Yang kedua, KPU ingin lihat masa depan. Mungkin saat ini orang masih gamang galau menerima regulasi ini. Tapi kalau nanti udah ditetapkan akan jauh lebih positif," tandas Arief.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Komisi Pemilihan Umum tidak melarang mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif di Pemilu Serentak 2019 mendatang. Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh mengatakan DPR bersama Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri sepakat KPU mengikuti ketentuan UU Pemilu.

"Komisi II DPR, Bawaslu, Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Nihayatul membacakan kesimpulan rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Pasal tersebut menyatakan seorang caleg yang berstatus mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Sumber: Merdeka.com
Editor: Gokli