Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MK DPR RI Belum Selidiki Dugaan Pelanggaran Etika Setnov
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 17-11-2017 | 08:38 WIB
Setnov2.gif Honda-Batam
KPK masih belum berhasil menanyai Ketua DPR dan Ketua Partai Gokar, Setya Novanto (tengah), dalam dugaan korupsi E-KTP.(Sumber foto: BBC Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan untuk tidak menyelidiki kemungkinan pelanggaran etika oleh Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto alias Setnov, terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Adies Kadir, anggota MKD dari Fraksi Golkar, menyebut keputusan itu diambil meskipun sejumlah anggota mempertimbangkan hal yang sebaliknya dalam rapat yang berlangsung sampai sekitar dua jam.

"Karena statusnya masih tersangka, MKD belum dapat menindaklanjuti (dugaan pelanggaran etika Setya)," kata Adies di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/11).

Adies menambahkan bahwa MKD mengambil keputusan itu atas dasar Pasal 87 UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Pasal itu menyebut tujuh alasan pemberhentian pimpinan DPR dengan dua di antaranya karena pelanggaran etika atau sumpah jabatan dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam penjara lebih dari lima tahun.

"Karena masih ditangani aparat penegak hukum, kami menunggu penanganan kasus. Hasil itulah yang nanti akan kami tindaklanjuti," tutur Adies, yang sekaligus membantah jika MKD menerapkan standar ganda terhadap Setnov.

Di masa lalu, dalam kasus penganiayaan yang menyeret anggota DPR dari Fraksi PPP, Ivan Haz -misalnya- MKD langsung mengeluarkan rekomendasi pemecatan meski perkaranya masih dalam tahap penyidikan.

Namun Adies mengklaim bahwa MKD saat itu lebih dulu memeroses etika Ivan Haz dibandingkan penyidikan kepolisian.

Sementara dalam konteks Setya, tegas Adies, KPK telah menetapkan Ketua Umum Golkar itu menjadi tersangka ketika MKD belum mempersoalkan etikanya.

"Praperadilan juga sudah diajukan Setya Novanto. Makin banyak aparat hukum yang menangani kasus itu. Untuk etika, kami tunggu kasus hukum itu selesai."

Adapun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menuduh KPK berniat menghancurkan nama baik Setya melalui penjemputan paksa karena KPK tidak menerapkan hal yang sama kepada tersangka kasus korupsi lainnya, antara lain Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino.

Lino hampir dua tahun berstatus sebagai tersangka KPK dalam dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane, QCC, tahun 2010.

"Ada orang yang selama dua tahun biasa saja dengan daftar kerugian negara dan status tersangkanya, dia tidak diapa-apakan juga," kata Fahri.

Pansus memanggil KPK lagi

Ditemui terpisah, Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar dari Fraksi Golkar, menyebut pihaknya akan kembali mengundang pimpinan antikorupsi ke DPR berhubung pansus ingin segera mengklarifikasi indikasi penyelewengan kewenangan yang terjadi di KPK.

"Kami sudah pernah layangkan surat ke pimpinan dan sekjen KPK namun KPK belum bersedia hadir dengan alasan menjadi pihak terkait di perkara judicial review."

"Kami harap dalam panggilan kedua ini KPK kooperatif dan akomodatif memenuhi undangan kami," kata Agun.

Saat ini Mahkamah Konstitusi masih memeriksa perkara pengujian Pasal 79 ayat 3 pada UU MD3 yang diajukan sejumlah pegawai KPK.

Agun menolak jika pansus disebut kembali mempersoalkan KPK di tengah proses penindakan komisi antikorupsi terhadap ketuanya, Setya Novanto.

"Kami menjalankan tata tertib DPR. Tidak usah dikaitkan dengan kejadian hari-hari ini," kata Agun.

Di Gedung KPK, penyidik memeriksa Ketua Dewan Pembina Golkar, Aburizal Bakrie alias Ical selama kurang lebih lima jam terkait kasus e-KTP.

Kepada para wartawan Ical mengaku ditanyai tentang tugas dan kewenangan ketua umum Golkar, jabatan yang saat ini dipegang Setya.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Udin