Ini Pengakuan Nahkoda Asal Myanmar terkait Traffiking dan Perbudakan
Oleh : Harun al Rasyid
Senin | 07-03-2016 | 13:35 WIB
nahkoda-myanmar.jpg
Y (35) warga negara Myanmar yang mengaku menjadi korban trafficking dan perbudakan di laut. (Foto: Harun al Rasydi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Warga negara Myanmar yang ikut diamankan bersama tiga kapal pelaku illegal fishing (pencurian ikan), Y (35), mengaku menjadi korban trafficking dan perbudakan oleh oknum warga negara Malaysia.


Kepada BATAMTODAY.COM, pria yang tidak terlalu mahir berbahasa Melayu ini mengaku dibayar sekitar 1500 Ringgit Malaysia. Sebelum ia bekerja menjadi nahkoda kapal SLFA 4625, ia berprofesi yang sama namun dengan kapal yang berbeda. 

Lalu diduga dijual kepada saudagar kapal yang lain untuk dipekerjakan mencari ikan di perairan teritorial Indonesia. "Saye dipekerjakan orang Malaysia guna cari ikan di orang," tutur Y dengan nada terbata-bata. 

Selama ini ia sudah dipekerjakan selama 8 bulan mengitari laut Indonesia sekitar perairan Selat Malaka dan pulau-pulau sekitarnya. Setiap satu bulan sekali ia dibayar sesuai dengan kesepakatan awal yaitu 1500 RM. 

"8 bulan kerje, sudah 7 bulan bayar," ujar Y lagi. 

Ketika ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia melalui Kapal Pengawas (KP), ia mengaku baru 3 hari berada di sekitar Selat Malaka. Ikan yang didaptanya pun belum seberapa dibandingkan tangakapnya beberapa waktu lalu. 

"Tiga hari di laut. Tak banyak dapat (tangkapan ikan campuran, red),"pungkasnya. 

Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Barelang, Akhmadon membenarkan adanya indikasi perdagangan disertai perbudakan oleh warga Malaysia tersebut. Hal itu diketahuinya, setelah menangkap dan menginterogasi 14 ABK kapal Malaysia yang melakukan aktivitas illegal fishing di Indonesia. 

"Ketika kita periksa, ternyata ada salah satu warga Myanmar yang dibeli, dibayarkan dan diperbudak untuk mencari ikan di Indonesia. Makanya dia menangis waktu kita interogasi," terang Akhmadon. 

Lanjut Akhmadon, mengenai proses hukum yang bersangkutan tetap dilakukan sesuai dengan hukum yang berada di Indonesia. "Tetap kita proses di sini, tapi nanti kita koordinasi juga dengan pihak yang bersangkutan," tutupnya. 

Sebelumnya diberitakan, PSDKP Barelang menunjukkan 14 ABK serta tiga kapal Malaysia yang tertangkap basah melakukan aktivitas pencurian ikan di Selat Malaka. Ketiga kapal itu tidak memiliki dokumen yang sah dari Pemerintah Indonesia serta menggunakan alat tangkap trawl yang dilarang pengoperasian di wilayah Indonesia. 

Editor: Dodo