Menang Telak di Pilpres, Putin jadi Presiden Rusia untuk Masa Jabatan Keempat
Oleh : Redaksi
Senin | 19-03-2018 | 09:14 WIB
putin-berpidato.jpg
Sejak awal Putin diperkirakan tidak akan menghadapi perlawanan ketat dari tujuh calon presiden lainnya (Sumber foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Rusia - Presiden Vladimir Putin menyambut kemenangannya dalam pemilihan presiden di Rusia sebagai persetujuan atas kebijakan-kebijakannya.

Di depan para pendukungnya yang merayakan kemenangan di ibu kota Moskow, dia mengatakan hasil tersebut merupakan ungkapan kepercayaan dan harapan rakyat sambil menyerukan persatuan nasional.

Sejak awal Putin diperkirakan tidak akan menghadapi perlawanan ketat dalam upaya menduduki jabatan presiden untuk periode yang keempat hingga enam tahun mendatang.

Dengan lebih dari setengah suara sudah dihitung, Putin meraih sekitar 75 persen suara, menurut Komisi Pemilihan Umum Rusia.

Perolehan suaranya dalam pemilihan presiden Minggu (18/03) tersebut meningkat dibanding pada tahun 2012 lalu, ketika dia menang dengan perolehan 64 persen suara.

Namun perkiraan awal atas partisipasi pemilih mencapai 63,7 persen, atau lebih rendah dari harapan pemerintah.

Bersaing dengan tujuh calon lainnya, Putin seperti diperkirakan oleh banyak pihak, tidak akan mendapat perlawanan serius untuk menduduki kembali kursi presiden selama enam tahun mendatang.

Bagaimanapun Putin memerlukan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi untuk memperkuat legitimasinya sebagai pemimpin, di tengah-tengah ancaman semakin terisolasinya Rusia akibat sanksi baru Amerika Serikat dan tuduhan keterlibatan Moskow dalam upaya pembunuhan mantan agen Rusia di Inggris.

Saat memberikan suara di ibu kota Moskow, Minggu (18/03), dia mengatakan hasil yang memberinya 'hak untuk melaksanakan tugas sebagai presiden' merupakan sebuah kesuksesan.

"Saya yakin program yang saya tawarkan adalah yang benar," ujar pria yang sudah menjadi pemimpin terlama Rusia sejak Stalin dulu.

Saingan Putin antara lain adalah seorang jutawan, Pavel Grudinin, mantan pembawa acara TV, Ksenia Sobchak, dan politisi beraliran nasionalis yang terkenal, Vladimir Zhirinovsky.


Dari mata-mata menjadi presiden

- Lahir 7 Oktober 1952 di Leningrad (kini St Petersburg).
- Kuliah di fakultas hukum dan setelah tamat bergabung dengan dinas rahasia KGB.
- Menjadi mata-mata di negara komunis Jerman Timur.
- Tahun 1990-an menjabat kepala staf walikota St Petersburg, Anatoly Sobchak, yang pernah mengajar hukum kepadanya.
- Bergabung ke kantor Presiden Boris Yeltsin tahun 1997 dan diangkat menjadi Kepala Dinas Keamanan Federal, FSB (penerus KGB).
- Menjadi perdana menteri Agustus 1999.
- 31 Desember menjadi penjabat presiden setelah Yeltsin mengundurkan diri.
- Menang Pilpres pada Maret 2000.
- Terpillih kembali untuk masa jabatan kedua, 2004.
- Konstitusi melarangnya jadi presiden untuk tiga periode berturut-turut dan diapun menjabat perdana menteri.
- Menang untuk masa jabatan presiden ketiga tahun 2012

Namun pemimpin oposisi utama, Alexei Navalny, dilarang ikut pemilihan karena terbukti terlibat penipuan, yang menurut Navalny bermotif politik.

Dia menyerukan aksi boikot dan mengerahkan ribuan pendukungnya untuk mengamati tempat-tempat pemungutan suara guna mengawasi kemungkingan kecurangan.

Vladimir Putin, yang kini berusia 65 tahun, menjadi pemimpin Rusia yang dominan sejak tahun 1999, baik sebagai presiden maupun perdana menteri.

Pemilihan presiden Rusia ini berlangsung di tengah-tengah sengketa diplomatik antara Inggris dan Rusia terkait upaya pembunuhan seorang mantan mata-mata Rusia dan putrinya di tangan Inggris.

Pemerintah Inggris menyimpulkan negara Rusia terlibat dalam upaya pembunuhan Sergei Skripal, yang berusia 66 tahun dan putrinya, Yulia, 33 tahun, dengan menggunakan gas saraf pada 4 Maret lalu.

Keduanya hingga kini masih dalam keadaan kritis.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, kemudian mengambil tindakan dengan memulangkan 23 diplomat Rusia, yang membalasnya dengan juga mengusir 23 diplomat Inggris.

Sementara Amerika Serikat beberapa waktu lalu menjatuhkan serangkaian sanksi baru atas Rusia, yang antara lain dituduh campur tangan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu.

Sumber: BBC
Editor: Udin