Gedung Tidak Representatif, Karutan Harapkan Pemko Berikan Lahan untuk Relokasi
Oleh : Habibie Khasim
Rabu | 26-04-2017 | 17:14 WIB
Ka-Rutan-TPI-400x192.gif

Kepala Rutan Kelas I Tanjungpinang, Ronni Widiyatmoko (Foto: Habibie Khasim)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kondisi Rumah Rahanan (Rutan) kelas I Kota Tanjungpinang saat ini memang sangat memprihatinkan. Pasalnya, di dalam bangunan yang masuk dalam cagar budaya tersebut, 337 orang narapidana harus berhimpitan tidur diruangan yang berjumlah hanya 12 unit.

Oleh karena itu, Kepala Rutan Kelas I Tanjungpinang, Ronni Widiyatmoko mengatakan, pihaknya tengah melobi permintaan lahan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk membangun Rutan yang baru. Dia berharap, pemerintah dapat mengerti dengan kondisi Rutan yang memang tidak representatif dan tentunya dapat menyediakan lahan.

Menurut Ronni, sudah ada lampu hijau dari Pemko Tanjungpinang. Pemko Tanjungpinang kata Ronni,  menjanjikan lahan 4 hektar guna membangun Rutan baru. Terkait pembicara yang formal, Ronni mengaku belum dilakukan. Hanya saja, pihaknya telah berbicara dengan Pemerintah Kota Tanjungpinang dan disambut baik oleh Pemko.

"Pemerintah Kota menyetujui, namun belum berbicara secara formal memang, tetapi sudah ada lampu hijau, kalau kita akan dapat lahan untuk relokasi Rutan," tutur Ronni saat ditemui di kantornya, Jalan Permasyarakatan, Tanjungpinang, Rabu (26/4/2017).

Terkait lahan yang akan disediakan tersebut, Ronni mengatakan terletak di wilayah Senggarang. Jika memang itu dikabulkan, maka pada tahun 2018 Rutan akan melakukan pembangunan Rutan baru, tentunya lebih representatif.

"Kita harapkan dapat deal tahun ini, jadi bisa kita lakukan pembangunan tahun depan. Setelah selesai, kita langsung melakukan relokasi," tutur Ronni.

Saat ini penghuni Rutan ada sekitar 337 orang dengan jumlah kamar yang ada hanya 12. Menurut Ronni, idealnya jumlah kamar tersebut hanya cocok untuk 177 orang. Sementara, faktanya saat ini, dipaksa menampung 2 kali lipat dari ideal.

Menurut Ronni, hal ini juga disebabkan oleh bangunan yang masuk dalam cagar budaya. Sehingga proses pembangunan terhambat, lantaran tidak diperbolehkan merusak atau merubah bentuk aslinya.

"Makanya kalau dapat tanah ini, kita sangat senang, karena bisa membuat banyak kamar dan kita bisa menampung 500 orang," terang Ronni.

Editor: Udin