Sikapi Relaksasi Ekspor Tambang Terbatas

Perusahaan Penunggak Pajak Tak Akan Dapat Izin Tambang dari Gubernur Kepri
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 19-01-2017 | 17:39 WIB
Nurdin-imbau1.jpg

Gubernur Kepri, Nurdin Basirun (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Gubernur Kepri, Nurdin Basirun mengatakan, sangat menyambut baik, sosialisasi Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan ke empat atas PP nomor 23 tahun 2010 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang diinisiasi Assosiasi Tambang Bauksit dan Smelter Indonedia (PTBSI).

Selain sebagai sosialisasi, melalui pertemuan PTBSI dan pengusaha bauksit di Kepri itu, akan menjadi wadah dalam melakukan pembinaan pada pengusaha pertambangan bauksit di Kepri.

"Pelaksanaan pertemuan ini sangat baik, khususunya dalam mensosialisasikan PP nomor 1 tahun 2017, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan 6 dalam pelaksanaan pertambangan, pengolahan dan pemurnian, serta eksport terbatas bahan mentah tambang boksit," ujarnya usai mengikuti pertemuan di Kantor Gubernur Kepri, Kamis (19/1/2017).

‎Selain melalui pertemuan dengan pengusaha dan Asosiasi Tambang Bauksit dan Smelter itu, Nurdin juga menyatakan akan menyikapi PP nomor 1 tahun 2017 itu dengan mekanisme aturan turunan, serta Peraturan Daerah di Provinsi Kepri, sebagai regulator yang mengatur pelaksanaan penambangan.

"Dalam menyikapi ini, kami juga akan berkoordinasi dengan Kementeriaan ESDM, sebagai persiapan regulasi bagi pengusaha yang ingin melakukan penambangan bauksit di Kepri. ‎Dan jika memang sudah sesuai dengan aturan dan ketentuaan yang berlaku, pemertintah akan mengeluarkan izinnya," ujar Nurdin.

Pemerintah tambah dia, juga tidak mau ada permasalahan di hilir atau setelah pelaksanaan penambangan yang nantinya mengarah kepelanggaran atauran dan hukum.

Selain itu, Pemerintah Provinsi kata Nurdin, pertama akan meletakkan dasar aturan, khususnya Perda pelaksanaan tambang dan menyingkronkannya dengan aturan yang ada, sebegai regulasi dalam pelaksanaan pertambangan.

"Jadi selain melakukan pembinaan, pengawasan juga perlu dilakukan secara bersama-sama. Khususnya mengenai pelaksanaan reklamasi pasca tambang yang dilakukan sejumlah perusahaan pertambangan di Kepri," tegas Nurdin.

Terkait dengan kewajiban dan tunggakan pajak sejumlah perusahaan pertambangan di Kepri yang hingga saat ini masih tertunggak dan belum dibayar, serta minimnya pelaksanaan reklamasi pasca tambang pada bekas penambangan bauksit di Kepri, Nurdin menyatakan, khusus masalah perpajakan, harus diselesiakan sesuai dengan aturan hukum yang belaku.

"Dan bagi perusahaan yang masih menunggak pajak serta belum melakukan reklamasi di lokasi tambangnya sebelumnya itu, kami tidak akan melayani pemberiaan izin, jika perusahaan atau pengurus perusahaan tersebut mengajukan sebelum melunasi tunggakan pajak serta melaksanakan reklamasi pada daerah pasca tambangnya," ujar Nurdin.

Namun demikian, Nurdin juga mengaku tidak terlalu mengetahui jumlah perusahaan pertambangan bauksit penunggak pajak dan tidak melakukan reklamasi di Kepri. Demikian juga jumlah perusahaan pemilik IUP tambang bauksit yang masih berlaku.

"Untuk jumlah perusahaan dan yang sudah melakukan reklamasi secara teknis, saya juga belum tahu. Dan hal ini nantinya akan menjadi prioritas kami dalam melakukan evaluasi," ujarnya.

Namun jika ada perusahaan yang memang benar-benar melakukan investasi dan sudah sesuai dengan ketentuan, kata Nurdin lagi, tentu pengeluaran izinnya akan dipertimbangkan. Sebab hal itu juga amanat UU.

"Karena masyarakat juga menunggu lapangan pekerjaan baru. Yang perlu, aktivitas pertambangan yang dilakukan harus menjaga kelestarian lingkungan serta pemberdayaan SDM lokal dan masyarakat sekitarnya," ujar Nurdin.

‎Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/kota di Kepri, sepanjang 2010-2015 terdapat 31 perusahaan pertambangan bauksit di Kepri. Sementara hingga 2016, hanya tinggal 4 perusahaan pemilik IUP aktif.

Tragisnya, dari 31 perusahaan tambang di Tanjungpinang, Bintan, Lingga dan Karimun itu, hingga saat ini masih banyak menunggak pajak, royalty, PBB, DHE, serta CSR, dan tidak melaksanaan reklamasi pada wilayah bekas tambang yang dilakukan. Akibatnya, selain merusak lingkungan, juga merugikan keuangan negara.

Editor: Udin