Sidang Korupsi Alkes RSUD 2011

Riky Indrakari Jadi Saksi Meringankan untuk Fadillah
Oleh : Roland Aritonang
Rabu | 09-11-2016 | 10:40 WIB
Riki-Indrakari1.jpg

Riky Indrakari usai memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang. (Foto: Roland)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan alat kesehahatan (Alkes) RSUD Embung Fatimah tahun 2011 dengan terdakwa terdakwa Fadillah Ratna Malarangan (57) di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Selasa (8/11/2016), menghadirkan saksi meringankan Riky Indrakari, Ketua Komisi IV DPRD Batam.

Didalam kesaksiannya, Riky Indrakari mengatakan bahwa jabatan terdakwa yang merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada tahun 2011 bukan karena kemauan terdakwa tetapi itu berdasarkan SK Walikota Batam.

"Sampai saat ini pola SK dalam suatu kegiatan masih ‎pola rangkap jabatan (kepanitian) yaitu KPA dan PPK itu semua berdasakan SK dari Walikota. Itu saya anggap wajar karena pada waktu itu belum menggunakan program LPSE atau lelang secara online," ujar Rizki.

Ia menjelaskan bahwa wajar-wajar saja pada saat terdakwa merangkap sebgai KPA dan PPK karena pihaknya baru memulai program LPSE dan pada waktu itu ditahun 2011 belum menggunakan program itu, selain itu terdakwa juga memiliki kewenangan.

"Dimana program LPSE ini merupakan kewenangan supaya untuk tidak terlalu birokrasi terhadap proses lelang dan sampai saat ini proses leleang secara online belum menggunakan itu dan sampai sekarang masih merangkap jabatan dan seharusnya yang menjabat sebagai PPK itu diturun ke eselon tiga, sehingga Kabid, kepala dinas, maupun Direktur di suatu RSUD seperti terdakwa fokusnya hanya pada misi dan Visi walikota," ungkapnya.

Lebih lanjut, Riky menjelaskan, Kementerian pusat juga tidak melihat itu, begitu dananya disalurkan ke KPA nya, mungkin ada kegiatan apabila tidak ada yang berkompeten sebagai PPK, diperbolehkan KPA merangkap sebagai PPK dan ini persoalan yang harus diperbaiki sistemnya.

"Pada saat itu SK walikota Batam itu menyebutkan KPA/PPK, jadi persoalnya SK yang diturunkan walikota," pungkasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa Fadillah merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mendapatkan anggaran kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB yang bersal dari Anggaran Pendapatan Negara (APBN) senilai Rp20 miliyar dan merugikan negera sebesar Rp5.624.815.696.

Terdakwa diancam dengan pasal 2 juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi juncto pasal 55 KUHP, dalam dakwaan primer.

Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan dakwaan subsider melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU yang sama, atas jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan PPK yang tidak dilaksanakan dengan Parpres Pengadaan Barang dan Jasa dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 serta Peraturan Pemerintah tentang Pengguanaan Keuangan Daerah.

Editor: Yudha