JPKP Soroti 100 Hari Kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri
Oleh : Asyri
Senin | 14-06-2021 | 09:24 WIB
adiya11.jpg
Ketua JPKP Tanjungpinang, Adiya Prama Rivaldi. (Asyri)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - 100 hari kerja Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Marlin Agustina mendapat sorotan Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Tanjungpinang.

Ketua JPKP Tanjungpinang, Adiya Prama Rivaldi mengatakan, dalam 100 hari masa kepemimpinan Ansar-Marlin dapat menjadi bahan evaluasi dalam menjalankan roda pemerintahan Pemprov Kepri ke depan.

Adapun hal-hal yang menjadi perhatian JPKP, pertama masih lambatnya serapan/ realisasi APBD Prov. Kepri dikarenakan aplikasi SIPD yg masih dalam pernyempurnaan dan fenomena penunjukan PPTK/ PPK di setiap OPD yg tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yg berlaku (perpres nomor 12 tahun 2012 dan PMDN nomor 77 tahun 2020) seperti tidak sesuai tupoksi.

"Bukan dari pejabat eselon yg kompeten bahkan ada yang menunjuk staf sebagai PPK/ PPTK sehingga koordinasi dan komunikasi dalam prosgres pelaksanaan kegiatan terhambat dan terjadinya miskomunikasi, hal ini cukup menjadi perhatian kami karena ini terindikasi menjadi upaya-upaya praktek korupsi yg terstruktur dan sistematis yg dilakukan oleh pimpinan OPD (pejabat Eselon 2) karena penunjukkan PPTK/PPK berdasarkan suka dan tidak suka bahkan "kesanggupan setoran" bukan berdasarkan tupoksi dan kinerja," ujar Adi, sapaan akrabnya, Minggu, (12/6/2021)

Sehingga hal tersebut berdampak ketidakadilaan dalam pembagian kerja di masing masing sub bidang dan bidang disetiap OPD sehingga banyak staf ASN maupun non ASN yg tidak ada kerjaan dengan alasan tidak ada kegiatan karena kegiatan di monopoli oleh sub bidang dan bidang tertentu saja.

"Masukan kami agar gubernur melalui sekda mengeluarkan surat edaran untuk mengatur proporsional pembagian kegiatan dan penunjukan PPTK maupun PPK agar sesuai dengan ketentuan yg berlaku agar tidak menghambat realisasi APBD dan apabila praktik ini dibiarkan Gubernur dan wakil Kepri maupun Sekda dapat terindikasi membiarkan praktek-praktek korupsi pada tatakelola keuangan dan kegiatan di Pemprov Kepri seperti yg tertera pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan setiap atasan yang mengetahui dan membiarkan korupsi terjadi tapi tidak melaporkannya kekepolisian dapat dikenakan pasal penyertaan tindak pidana yaitu pasal 56 KUHP," terangnya lagi.

Sedangkan yang kedua berdasarkan informasi penelusuran yg kami dapat Lambatnya serapan maupun realisasi APBD ini jg disebabkan masih adanya anggaran yang belum diinput per kode mata anggaran maupun kode rekening diaplikasi SIPD maupun SIMDA dibeberapa OPD yg porsi anggarannya besar dikarenakan anggaran Pokir (Pokok Pikiran) atau dana aspirasi DPRD Prov. Kepri yang jumlahnya ratusan miliyar masih diimput secara gelondongan di aplikasi SIPD maupun SIMDA.

Sehingga proses pelaksanan kegiatan yang teralokasi pada Pokir terhambat dan akan diselesaikan ataupun dijalankan pasca APBD-P ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan ) dan hal ini cenderung penumpukan bebeban kerja pelaksanaan kegiatan di Triwulan ke 4 (bulan oktober s/d Desember) sehinga realisasi pelaksanaan anggarannya tidak maksimal.

Ketiga dengan beredarnya isu tidak harmonisnya komunikasi antara Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau serta resufle Sekda yang cenderung dipaksakan untuk dilakukan pergantian meskipun untuk mendapatkan status PLT Sekda Kepri yg seharusnya tidak perlu dilakukan dan langsung saja ke penunjukan Sekda defenitif pada bulan desember nanti dan di tambah isu resufle pejabat eselon 2, eselon 3 dan alih status eselon 4 ke pejabat fungsional membuat kinerja OPD dan administrasi berjalan lambat karena adanya ketakutan para pejabat diresufle dan juga adanya upaya lobi-lobi untuk tetap mempertahankan posisi jabatannya sekarang maupun upaya untuk medapatkan jabatan yang baru.

Ada 4 daerah penanganan covid-19 diwilayah provinsi Kepulauan Riau yang belum maksimal, malah menimbulkan kasus lonjakan terkonfirmasi postif yg tinggi, ini kami nilai belum maksimalnya kerja satgas penanganan covid-19 di Pemprov Kepri yang ditunjukan oleh indikator-indikator sebagai berikut.

A. karena hanya terfokus pelaksanaan vaksin, dan anehnya lonjakan angka terkonfirmasi positif tersebut setelah pelaksanaan vaksin tahap 1 dimulai, harusnya ada data statistik yg berimbang antara terkonfirmasi positif sebelum divaksin dan terkonfirmasi positif setelah divaksin kepada masyarakat secara akurat,

B. peningkatan vasilitas tempat isolasi yang disediakan pemerintah, jangan masyarakat yang terkonfirmasi positif dibiarkan saja dengan fasilitas seadanya di tempat isolasi tersebut dan cendrung ada timbul persepsi di masyarakat pemerintah membiarkan atau menelantarkan para pasien Covid-19.

C. belum lagi biaya pemakaman yang harus dikeluarkan oleh keluarga yg meninggal akibat covid 19 dengan alasan prokes dan protap yang kami anggap tidak manusiawi karena harusnya negara menanggung ini karena besarnya alokasi dana yang dianggarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk penanggulangan covid ini (meskipun tidak pernah disampaikan secara eksplisit).

Namun gubernur Kepri melalui satgas Covid selalu menggunakan narasi alokasi anggaran covid yang besar dan kenyataan yang ada biaya kematian pasien covid pun sampai tidak tercover seperti berita yang santer yang terjadi di kota Tanjungpinang akhir-akhir ini dengan alasan tidak dialokasikannya melalui APBD Dinas pemukiman, pertamanan dan pemakaman Kota Tanjungpinang biaya untuk pemakaman pasien covid-19.

Dan kami harap Gubernur mengambil peran untuk menginstruksikan walikota maupun Bupati dikabupaten dan kota agar segera mengalokasikan anggaran pemakaman tersebut dan apabila APBD kabupaten / kota tidak mampu maka dialokasikan melalui APBD Prov Kepri.

D. bantuan-bantuan alat Swab tes, PCR maupun antigen dan alat-alat medis prokes dari pemerintah pusat ke RSUD maupun RSUP dan ke Puskesmas di Provinsi Kepri melalui Dinas kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Kepri perlu disampaikan secara akuntable dan transparan kepada masyarakat sehingga tidak ada dugaan-dugaan peyelewengan dan pemanfaatan situasi dan pungutan liar serta tidak disetor Ke negara apabila memang ada tarifnya.

E. Adanya ancaman kepada masyarakat yang tidak mau melakukan vaksin yg cendrung meresahkan dengan dasar Perpres no. 14 tahun 2012 tentang pengadaan vaksin dalam rangka penanggulangan pandemi covid-19 sementara Undang-Undang Republik Indonesia no. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Bab lll pasal 5 ayat 3 berbunyi setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 bersifat sukarela. Sehingga tidak perlu ada paksaan dalam pelaksanaan vaksinasi tahap kedua yang menyasar petugas atau pelayan publik dia juga menyatakan meskipun BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh divaksin, menurut kami itu harusnya jadi pilihan saja. Dia mau divaksin atau tidak, itu pilihan dia. Kalau dia mau divaksin, harus secara sukarela dan jujur.

Dan yang terakhir dari pantauan JPKP belum adanya upaya - upaya yang yang strategis yang kongret dalam pemulihan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya untuk para pelaku UMKM, pariwisata dan industri dalam masa pandemi sekarang ini semua masih setakat wacana. Belum ada akselerasi action dimasyarakat

"Demikianlah point-point evaluasi yang kami sampaikan kepada Gubernur Kepri Ansar dan Marlin semoga menjadi masukan yang berarti dalam mengambil kebijakan strategis kedepan untuk kemajuan rakyat Kepulauan Riau sesuai dengan visi misi pada saat pencalonan kemarin," pungkas Adi.

Editor: Yudha