Tak Ada Kontribusi Ekonomi, DPRD Kepri Sarankan Penangkaran Buaya PT PJK Ditutup
Oleh : Aldy Daeng
Sabtu | 01-02-2025 | 19:44 WIB
Endipat-Iman1.jpg
Anggota DPR RI Dapil Kepri Endipat Wijaya dan Ketua DPRD Kepri Iman Setiawan saat mengunjungi lokasi penangkaran buaya di Pulau Bulan. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Penangkaran buaya yang ada d Pulau Bulan, Kota Batam, terus menuai perhatian publik terutama para nelayan di sekitar pulau-pulau yang ada di Batam. Setelah penagkaran itu jebol, puluhan buaya milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) lepas dari penangkaran, bahkan angka pasti berapa jumlah buaya yang lepas pun tak ada yang bisa memastikan.

Ketua DPRD Provinsi Kepri Iman Setiawan dan Anggota DPR RI dari Dapil Kepri, Endipat Wijaya melakukan kunjungan ke lokasi penangkaran, hal itu untuk memastikan keadaan sebenarnya terhadap lokasi penangkaran tersebut.

Dari hasil kunjungan ke lapangan itu, Wakil masyarakat Kepri itu menilai, lokasi itu tak layak dan meresahkan masyarakat. Selain itu pihaknya juga tak melihat ada nilai ekonomi yang diberikan kepada pendapatan daerah. Oleh sebab itu, Ketua DPRD Kepri Iman Sutiawan dan rombongan akhirnya menyarankan agar lokasi itu sementara ditutup.

"Kalau kami bisa saran PT ini tutup lebih bagus. Karena tidak memberikan apa-apa untuk negara. Pajak negara juga tidak ada. Lokasi ini sudah 36 tahun tapi kondisinya tidak layak begini untuk jadi tempat penangkaran. Musibah aja yang ada yang didapat dari sini. Saran kita dari pada begini mending tutup," kata Iman Sutiawan, Jumat (31/1/2024).

Iman juga menegaskan bahwa PT Perkasa Jagat Karunia harus bertanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan atas masalah yang ditimbulkan. Kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama nelayan yang merasa terancam dengan keberadaan buaya yang lepas dari penangkaran akan menjadi liar. Terlebih tak ada angka pasti yang didapatkan berapa jumlah buaya yang lepas.

Berdasarkan hasil temuan, Iman menyebut saat ini terdapat 105 ekor buaya di penangkaran tersebut. Dari jumlah itu, 38 ekor sudah berhasil ditangkap, sementara 66 ekor lainnya masih berada di penangkaran. Tiga ekor buaya dilaporkan mati, dan satu ekor belum ditemukan.

"Tentu, angka itu tidak bisa dipercaya begitu saja. Yang kami ingin dari pihak perusahaan kalau betul satu ekor lagi (belum ditangkap), tolong di cari satu ekor itu. Kalau pun ada sisanya tolong di cari dan identifikasi lagi. Nelayan selama ini takut melaut karena ada kabar buaya lepas. Harus ada kompensasi untuk masyarakat yang terdampak," tegasnya.

Demi keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan di Kepri, Ketua Partai Gerindra Kepri ini juga meminta pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini.

"Kami minta surat balasan tertulis dari perusahaan seminggu lagi kira-kira apa yang menjadi pertimbangan mereka," ungkap Iman.

Sementara, pihak PT PJK tak mau memberikan penjelasan soal kondisi penangkarannya. Namun berdasarkan keterangan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Seksi Konservasi Wilayah II Batam mengonfirmasi total jumlah buaya lepas dari penangkaran PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan sebanyak 39 ekor.

Kepala BBKSDA Riau Seksi Konservasi Wilayah II Batam, Tommy Steven menyampaikan, saat ini jumlah buaya yang sudah dievakuasi berjumlah 38 ekor. "Buaya yang sudah dievakuasi berjumlah 38 ekor. Tinggal satu lagi," kata dia.

Tommy menjelaskan, berdasarkan hasil Stock opname pada 23 Januari 2025 lalu jumlah buaya yang lepas dari PT Perkasa Jagat Kurnia (PJK) berjumlah 39. Koordinasi terus dilakukan dengan tim terpadu dan pemerintah kota untuk menangani buaya yang masih belum ditemukan.

"Jumlah buaya yang lepas 39 ekor berdasarkan hasil stock opname kemarin 23 Januari kemarin. Jadi target tim, mencari 1 ekor lagi," kata dia.

Sementara warga pulau Buluh Safet mengaku, sampai saat ini masih merasa ketakutan akibat teror buaya ini. Sebab, para nelayan tidak percaya begitu saja jumlah buaya yang lepas ada 39 ekor.

"Jumlah buaya di sana itu banyak. Apakah sudah benar segitu yang lepas. Jangan sampai hoaks seperti sebelumnya yang katanya 5 tapi lebih," ungkap Safet.

Pihaknya mengaku, saat ini ada musim ikan dingkis yang menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat pesisir. Namun, alih-alih memasang kelong masyarakat justru takut karena khawatir di terkam buaya.

"Banyak yang tidak memasang bubu, takut lagi asik masang bubu di dalam air ada buaya. Harusnya bulan nelayan mencari ikan semua. Tapi malah tertahan," kata dia.

Pihaknya berharap, pemerintah daerah segara menangani masalah buaya. Khusus untuk perusahaan, pihaknya meminta agar nelayan setempat dapat kompensasi. "Alasannya sederhana karena nelayan tak bisa melaut," harapnya.

Editor: Yudha