Isdianto Dinilai Tunjukkan Dominasi

Pengangkatan Pejabat Eselon III dan IV Pemprov Kepri Penuh Aroma Politis
Oleh : Ismail
Selasa | 05-06-2018 | 09:16 WIB
pejabat-kkn.jpg
Wagub Kepri Isdianto lantik pejabat eselon III dan IV Pemprov Kepri. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pelantikan 158 pejabat eselon III dan IV Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menimbulkan gejolak dari berbagai pihak, lantaran adanya unsur nepotisme.

Pengamat politik dan kebijakan pemerintahan, Endri Sanopaka menilai kebijakan pelantikan pejabat yang baru dilaksanakan tersebut semakin jauh dari semangat reformasi birokasi. Betapa tidak, semakin ke sini penentuan pejabat yang menempati posisi tertentu bahkan semakin vulgar dari nuansa politis.

Ia mencermati, sebelumnya publik seolah menyorot pengisian jabatan yang didominasi pegawai asal Karimun atau dikenal dengan 'Karimunisasi' di bawah komando Sekretaris Daerah (Sekda) yang notabene berasal dari daerah tersebut. Namun, setelah jabatan Wakil Gubernur terisi, peta tersebut mulai berubah.

"Kini petanya mulai berubah dan mencolok ke kubu Wakil Gubernur," katanya kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (5/6/2018).

Dengan adanya kecenderungan tersebut, menurut Endri, akan menjadikan kinerja birokrasi semakin tidak baik. Karena, idealnya dalam birokrasi segala hal harus bebas nilai. Terutama dalam hal penunjukkan pejabat yang harus didasarkan kepada kompetensi, bukan kedekatan politik apalagi didasari oleh dukungan dalam proses Pilwagub beberapa waktu lalu.

"Artinya tidak memberikan contoh yang baik. Karena sudah begitu vulgar. Apalagi jabatan yang ditempati boleh dikatakan sebagai salah satu lahan basah," ungkapnya.

Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji Tanjungpinang ini juga menambahkan, publik belum selesai memberikan penilaian terhadap masalah pengisian pejabat dengan prinsip 'Karimunisasi' yang merupakan kebijakan Nurdin dan sekdaprov sebelumnya. Bahkan, kala itu banyak pegawai yang tidak puas dan kecewa beralih menjadi pegawai dengan jabatan fungsional alias non job.

Sekarang, seolah muncul babak baru. Di mana, proses pengisian jabatan dinilai berdasarkan kedekatan politik.

"Akibatnya, ini akan jadi pembenar bagi pegawai atau ASN untuk tidak netral dalam hal suksesi kepemimpinan daerah," tukasnya.

Untuk itu, dirinya menyebut, seiring berjalannya waktu nanti timbul gejolak di tengah-tengah masyarakat terhadap persoalan tersebut, maka hal itu sangat wajar. Karena bentuk reaksi kekecewaan masyarakat.

Bahkan, kebijakan yang sarat politik dan nepotisme tersebut akan membuat etos kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lain akan menjadi kendur.

"Kondisi ini akan mempengaruhi semangat kerja pegawai. Pemimpin yang bijak adalah yang menempatkan sesuatu pada tempatnya, bukan karena balas jasa politik atau kedekatan," tutup Endri Sanopaka.

Editor: Gokli