Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Drama Kehidupan Ibrahim dan Ismail, Wujud Keimanan yang Kalahkan Pertimbangan Rasional
Oleh : Irawan
Jumat | 01-09-2017 | 11:39 WIB
Hamam_tanthowi.gif Honda-Batam
Ustadz Drs Hamam Tanthowi M Pd.I saat menyampaikan Khutbah Idul Adha 1438/2017 H di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 3 Darul Marifat, Sumber Cangkring, Gurah, Kediri, Jawa Timur, Jumat (1/9/2017)

BATAMTODAY.COM, Kediri - Iman dan syukur merupakan pilihan dalam menghadapi pasang syurutnya gelombang kehidupan, yang terkadang gelombang tersebut menghantam kehidupan manusia dengan dasyhatnya.

Karena itu dalam konsep Islam, iman adalah kebutuhan jiwa yang sangat mendasar, melebihi segala-segalanya. Sebuah iman yang dipilih dengan mantap akan menjadikan pemiliknya menjadi manusia yang tidak gamang dalam menghadapai berbagai situasi, betapapun berat dan sulitnya, serta betatapun rumit dan dilematisnya.

"Dalam kaitannya dengan suasana kita sekarang ini, maka episode Ibrahim dan Ismail AS patut kita kenang kembali. Kita jadikan suri tauladan dalam mengarungi bahtera kehidupan yang serba sulit ini," kata Ustadz Drs Hamam Tanthowi M Pd.I saat menyampaikan Khutbah Idul Adha 1438/2017 H di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 3 Darul Marifat, Sumber Cangkring, Gurah, Kediri, Jawa Timur, Jumat (1/9/2017).

Dalam Khutbah Idul Adha dengan tema 'Merajut Ukhuwah di Tengah Kemajemukan dan Perbedaan itu mengatakan, episode Ibrahim dan Ismail AS merupakan episode yang menggambarkan betapa iman yang dipilih dengan sadar dapat mengalahkan segala-segalanya, termasuk mengalahkan pertimbangan yang rasional.

"Dalam matai rantai sejarah kenabihan, episode Ibrahim dan Ismail AS ini mempunyai nilai spiritual yang agung dan luar biasa. Agung karena jalan yang dipilih Ibrahim dan Ismail AS adalah jalan yang sangat terjal, penuh onak dan duri. Tetapi keduanya sepakat bulat untuk menempuhnya, karena perintah iman," katanya.

Hamam menilai episode Ibrahim dan Ismail merupakan episode yang luar biasa, karena drama kehidupan dimainkan Ibrahim dan Ismail AS, bukanlah drama biasa, tapi drama kehidupan yang berada diambang maut bagi Ismail sebagaimana difirmankan dalam QS Ash=Shoffat ayat 102.

"Ayat diatas adalah Makiyah, diturunkan pada saat Rasullah SAW berada di Makah dengan pengikutnya yang masih sedikit dengan tingkat ketabahan yang luar biasa menghadapi gerakan ofensif dan oposisi Quraisy yang semakin gencar. Ayat tersebut menguatkan stamina spritual Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menghadapi tuntutan perjuangan, membela kebenaran yang tidak punya pilihan lain kecuali berhasil," katanya.

Sebagai umat Islam, Hamam menegaskan, harus berani menciptakan masa depan Islam yang cerah dengan kepala tegak. Sebab, keberhasilan perjuangan tidak begitu saja turun dar langit, tetapi harus diraih dan diupayakan. Sehingga kualitas umat secara keseluruhan perlu dibenahi dan tingkatkan terus menerus, dan bisa menciptakan masa depan yang gilang gemilang.

"Jadi suatu hal yang amat menarik dan mengandung pelajaran dari episode Ibrahim dan Ismail, ialah aktifitas yang dilakukan setan yang menyamar sebagai manusia untuk menggagalkan perintah Allah SWT," katanya.

Menurut riwayat, setan terlebih dahulu memprovokasi Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim agar mencegah niat suaminya untuk menyembelih putranya. Namun, hasutan yang dilakukan setan ini tidak berhasil dan kemudian setan menemui dan menghasut Ismail. Usahan inipun gagal total.

Tetapi setan juga tidak pesimis dalam upaya menjerumuskan manusia ke dalam jurang kehancuran. Sebagai usaha terakhir untuk menggagalkan perintah Ilahi, maka setan mencoba melakukan provokasi kepada Nabi Ibrahim AS sendiri. Setan mengatakan bawa perintah menyembelih yang dlihat waktu tidur iu hanya bunga mimpi belaka.

"Usaha terakhir setan inipun gagal total, bahkan Nabi Ibrahim AS menghardik setan agar cepat enyah dari hadapannya. Siti Hajar, Ismail dan Ibrahim AS dalam menolak intrik-intrik jahat setan itu, masing-masing mereka melempar setan sebanyak 7 kali dengan batu-batu kecil. Atas motivasi itulah maka disyariatkan bagai jamaah haji agar melempar 7 buah batu kecil pada tanggal 10. 11, 12, dan 13 Dzulhijjah ditempat mana dahulu kaa Nabi Ibrahim AS, istrinya dan putranya melakukan hal yang sama," katanya.

Dari peristiwa bersejarah itu, lanjutnya, dapat diambil dua pelajaran. Yakni pertama, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT haruslah dilaksanakan dengan tekat dan semangat, kami dengar dan kami patuhi (sami'na wa atha'na).

Kedua adalah pelajaran mengenai kegigihan setan yang secara terus menerus melakukan aktifitas mempengaruhi umat manusia, supaya membangkang dan menentang perintah dan ketentuan Ilahi. "Setan senantiasa berusaha menyeret manusia masuk jurang kesesatan dan kehancuran," katanya.

Hal senada disampaikan oleh Ustadz Hariyanto Abdul Jalal, Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 3 Darul Marifat, Sumber Cangkring, Gurah, Kediri, mengatakan, umat Islam harus menelandani semangat Ibrahim dan Ismail yang memiliki kesahabaran luar biasa diatas rata-rata. Namun, di masa sekarang hal ini sangat jarang ditemui, bahkan semangat Ibrahim sebagai orang tua dan Ismail sebagai anak bertukar posisi, dimana anak berperan sebagai orang tua dan orang tua berperan sebagai anak.

"Apapun kemauan anak semua dituruti, terkandang orang tua menurut kepada anak, padahal orang tua yang harus menentukan masa depan anak. Sekarang ketaataan anak kepada orang tua sangat jarang, padahal masa depan anak ditentukan ketaatannya kepada orang tua," kata Hariyanto.

Editor: Surya