Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kesiapan China Patuhi Sertifikasi Halal di Indonesia
Oleh : Magid
Jum'at | 07-01-2011 | 13:24 WIB
logo-halal.jpg Honda-Batam

Logo sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Jakarta, batamtoday - Produk makanan impor China beberapa tahun terakhir terus membanjiri pasar dalam negeri. Sebagian besar produk tersebut ternyata memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini tentunya tak terlepas dari kesiapan produsen asal negara itu dengan keberadaaan sertifikasi halal di Indonesia.

Tercatat 50 persen dari produk impor bersertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berasal dari China.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim beberapa waktu lalu mengatakan, produk asal Cina merupakan produk impor yang tampak serius dalam menyikapi keberadaan sertifikasi halal yang ditetapkan MUI.

"Mereka sadar bahwa Indonesia sebagai pasar halal terbesar di dunia," ucapnya.

Berbanding terbalik dengan produk Cina yang terbilang serius mengurusi sertifikasi halal, produk halal tanah air justru terbilang ogah-ogahan. Dari data terakhir MUI, hanya 36,73 persen produk yang beredar dan teregistrasi yang memiliki sertifikasi halal MUI. Data lain juga menyebutkan dari 113.515 produk makanan teregistrasi Badan POM, yang memiliki sertifikat halal MUI hanya 41.695.

Meski demikian, papar Lukmanul, berdasarkan survei LPPOM MUI yang dilakukan pada 2010 lalu, kepedulian masyarakat terhadap kehalalan produk meningkat. Dari hanya 70 persen pada 2009, menjadi sekitar 92,2 persen pada 2010.

Kecenderungan tersebut, lanjut Lukmanul, menjadi tantangan tersendiri bagi LPOM MUI ke depan. "Maka perlu mengubah prinsip (produk halal) dari voluntary (sukarela) menjadi mandatory (wajib)," kata Lukmanul. Dia menambahkan perubahan itu nantinya akan mentransformasi perdagangan bebas menjadi perdagangan berkeadilan.

"Instrumen hukum memang menyebutkan kata sukarela. Karenanya pemerintahn diharapkan mempertimbangkan status tersebut. Memang kita ini bukan negara Islam jadi pemerintah tidak bisa sembarangan. Akantetapi alangkah baiknya jika itu dipertimbangkan," pungkasnya.