Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Begini Cara Ajak Anak agar Suka Sains dan Matematika Sejak Dini
Oleh : Redaksi
Kamis | 13-07-2017 | 09:50 WIB
anak-sains-01.gif Honda-Batam
Ilustrasi anak suka sains dan matematika. (gettyimages.com/Justin Lewis)

BATAMTODAY.COM, Batam - Semua orang sebetulnya bisa jadi ilmuwan, asal belajar dan bekerja keras. Sayangnya, orangtua dan guru, bahkan publik, tak banyak yang menyampaikan pesan ini pada anak-anak sejak dini.

Malahan ada stereotype, bahkan di negara maju macam Amerika Serikat, bahwa sains, teknologi, dan matematika, hanya untuk orang-orang khusus. Ada juga stereotype bahwa anak lelaki lebih baik dalam matematika, sedang anak perempuan lebih baik dalam membaca.

Padahal, "Kalau kita paham sains, teknologi, dan matematika, akan sangat banyak membantu hidup kita," kata Susan Levine, ahli psikologi perkembangan di Universitas Chicago di Illinois, seperti dikutip sciencenewsforstudents.org, baru-baru ini.

Ketika paham sains, teknologi, dan matematika, tak semata-mata berarti mengejar karier di bidang itu. Tapi kemampuan bidang ilmu itu bermanfaat untuk umur panjang, bertahan hidup, dan kesehatan. Sains juga bermanfaat untuk urusan sehari-hari, dari mulai urusan masak sampai minum obat.

Tapi seringkali informasi yang didapatkan anak atau remaja dari sekeliling mereka membuat mereka pesimistis. Ketika seorang ibu tak bagus dalam matematika, si putri akan langsung mengetahuinya dan berasumsi bahwa dia pun takkan bagus dalam matematika.

Bahkan saat orangtua membantu pekerjaan rumah (PR) akan berdampak pada anak. Kalau belum-belum orangtua sudah mengungkapkan rasa groginya terhadap matematika, maka anak-anak pun akan langsung ikutan stres kalau ada PR matematika. Mereka akan mengalami kesulitan dalam pelajaran itu.

Begitu pun dalam menyikapi kesuksesan dan kegagalan. Bagaimana orangtua berbicara soal kesuksesan dan kegagalan akan mempengaruhi sikap anak. Memuji upaya atau perjuangan anak akan lebih baik ketimbang selalu mengatakan bahwa si anak pintar. Begitu pun dalam menghadapi kegagalan.

"Jangan membiarkan anak memandang kegagalan sebagai sesuatu yang tak bisa diterima, melainkan sebuah peluang untuk bertumbuh dan belajar," kata Elizabeth Gunderson dari Universitas Temple di Philadelphia.

Anak-anak, kata Gunderson lagi, akan merespons positif pada pesan-pesan seperti: "Tantangan itu menyenangkan, bukan?" atau "Otak kita ini seperti otot, harus dilatih."

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Gokli