Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tahun 2019, Pemerintah Bakal Batasi Produksi Batu Bara
Oleh : Redaksi
Rabu | 05-07-2017 | 11:50 WIB
batu-bara-01.gif Honda-Batam
Ilustrasi produksi batu bara. (eksplorasi.id)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyusun beleid pembatasan produksi batu bara mulai 2019 mendatang. Rencananya, produksi batu bara dibatasi hanya 400 juta ton per tahun.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sri Raharjo bilang, pembatasan bertujuan untuk menyesuaikan produksi batu bara dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) milik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Selain menyesuaikan rencana pemerintah, pembatasan batu bara juga ditujukan untuk mengatur produksi yang dihasilkan dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan Pemerintah Provinsi. Pasalnya, besaran produksi dari IUP provinsi kadang tidak terlacak pemerintah pusat.

Tahun lalu, produksi batu bara nasional menembus angka 434 juta ton atau melebihi 3,57 persen dari target sebesar 419 juta ton. "Untuk produksi dari provinsi ini susah dikontrol. Kalau dibawah kendali kami, seperti Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau Penanaman Modal Asing (PMA) bisa diatur," ujarnya ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (4/7).

Sebetulnya, ia menuturkan, penyusunan aturan ini sudah dilakukan sejak lama. Hanya saja, pemerintah mengaku kesulitan melakukan formulasi perhitungan produksi batu bara nasional apabila aturan terkait keluar.

Pasalnya, saat ini, banyak IUP yang sudah memasuki masa eksplorasi, sehingga produksi di masa depan kemungkinan bisa membludak. Di sisi lain, pemerintah tak mau membatasi investasi perusahaan batu bara.

Untuk itu, jika nanti IUP eksplorasi sudah berproduksi, diharapkan hasilnya bisa disesuaikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Pertambangan yang disusun perusahaan. "Kalau nanti perusahaan minta tambah, barangkali kami mesti evaluasi. Istilahnya, kami ketatkan," imbuh Sri.

Meski produksinya dibatasi, kebutuhan batu bara di masa depan tetap dibutuhkan untuk memasok Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Terlebih, bauran energi (energy mix) batu bara pada 2026 mendatang akan mencapai 50,4 persen, sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 - 2026.

Oleh karenanya, setelah pembatasan produksi, ada kemungkinan pemerintah juga akan membatasi ekspor batu bara. Dengan catatan, seluruh produksi batu bara nasional bisa diserap oleh kebutuhan domestik.

Namun, menurut RUPTL, penggunaan batu bara akan meningkat dari angka 84,8 juta ton pada tahun ini menjadi 152,8 juta ton pada 2026 nanti, sehingga seharusnya masih ada ruang untuk ekspor selama 10 tahun ke depan.

"Tidak tertutup kemungkinan untuk membatasi ekspor. Tapi kapankah itu, masih belum tahu," katanya.

Sri menambahkan, rencana Peraturan Menteri ini sudah disampaikan kepada asosiasi pelaku usaha batu bara agar bisa disosialisasikan lebih lanjut ke produsen. Di samping itu, Peraturan Menteri ini sengaja dibuat tahun ini agar pelaku usaha bisa bersiap dua tahun mendatang.

"Pembatasan ini berlaku tahun 2019 karena momennya bertepatan dengan beroperasinya beberapa program listrik 35 ribu Megawatt (MW)," pungkasnya.

Sekadar informasi, pemerintah menargetkan produksi batu bara tahun ini sebesar 413 juta ton yang disesuaikan dengan rencana Bappenas. Hingga April, produksi batu bara mencapai 93 juta ton atau 22,51 persen dari target produksi 2017.

Angka itu diperoleh dari produksi PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan produksi PKP2B dan belum memasukkan produksi dari IUP Provinsi.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Gokli