Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Lima Hal Unik Tentang Mukena Indonesia
Oleh : Redaksi
Senin | 29-05-2017 | 08:24 WIB
mukena_tanah_abang1.jpg Honda-Batam
Aktivitas jual beli di salah satu grosir mukena di Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Foto: BBC Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dibandingkan bisnis jilbab dan pakaian muslim, bisnis mukena jarang terdengar. Meskipun begitu, usaha ini ternyata juga menggiurkan secara keuntungan dan bahkan dapat beromzet miliaran rupiah. BBC Indonesia pun mendatangi beberapa pengusaha mukena dan merangkum sejumlah hal menarik terkait bisnis ini.

Seperti sebagian besar produk tekstil lainnya, harga mukena bergantung pada bahannya. Berdasarkan survei ke sejumlah grosir di Tanah Abang, mukena paling murah adalah yang berbahan abutai. Harganya Rp35.000,-.

"Murah karena lebih tipis, tempatnya juga lebih kecil, ringan, sesuai harganya lah," kata Yeni Naura, pemilik grosir mukena Naura Adilla .

Sementara mukena paling mahal yang dijual di tokonya adalah yang berbahan sutera Padang. "Ciri khasnya itu penuh bordir, sulam tangan langsung dan tidak bisa dibuat menggunakan cetakan komputer."

Yeni menceritakan satu set mukena dengan bahan sutera Padang dijual seharga Rp2,2 juta. "Pembuatannya lama. Karena dibuat tangan, satu bulan cuma bisa buat satu mukena."

Sementara itu, mukena paling mahal yang diproduksi oleh Tatuis, perusahaan mukena yang penjualannya berbasis distributor dan sosial media, adalah yang berbahan "katun sutera atau satin sutera".

Salah satu pemilik Tatuis, Rina Kartina, mengungkapkan mukena paling premium yang diproduksi perusahaannya dijual seharga Rp1-1,5 juta. "Bordirnya bordir tangan, pakai benang metalik dan emas juga," tutur Rina.

Meskipun bisa dibilang mahal, tetapi tidak sedikit yang membeli mukena jutaan rupiah itu. "Orang mikirnya untuk tiket ke surga, mengapa tidak boleh mahal. Tiket konser saja mahal, terbeli. Jadi mukena sekarang sudah tidak kalah sama (produk) fashion (lain)," cerita Yeni.

Dibandingkan dengan jilbab dan pakaian muslimah, geliat bisnis mukena tidak begitu terdengar gaungnya. Lalu mengapa para pebisnis memutuskan untuk berkecimpung menjual mukena?

Kepada BBC Indonesia, Yeni yang memulai usaha mukena di kaki lima Tanah Abang pada tahun 2000 sebelum memutuskan menyewa toko pada 2006, menyatakan memilih menjual pakaian sholat perempuan itu "karena risikonya tidak terlalu tinggi".
mukena

"Kalau pakaian muslim atau jilbab kan setiap bulan harus ganti model, ganti tren. Kalau mukena dari zaman dulu kayak gitu saja."

Selain risiko tidak terlalu tinggi, permintaan terhadap mukena disebutnya "selalu rutin". "Bukan mendoakan orang meninggal ya, tapi kalau ada acara 40 harian orang meninggal, orang memborong (mukena) juga untuk dibagi. Kalau selamatan, juga suka bagi-bagi (mukena). Soalnya kalau pakaian kan sulit menentukan ukurannya. Kalau mukena gampang, ukurannya sama semua."
mukena

Di pihak lain, Rina Kartina menyatakan dirinya membuka Tatuis pada 2007, "karena memilih bisnis yang kuenya masih besar." Menurutnya, jilbab dan pakaian muslim permintaannya juga besar, "tetapi pemainnya juga besar. Jadi saya pilih bisnis yang belum banyak pemainnya, supaya bisa jadi pembuat tren."

Dimulai dengan hanya satu karyawan, Tatuis kini sudah memiliki 70 karyawan. Instagram produsen dan penjual mukena ini sudah memiliki hampir 15 ribu pengikut.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani