Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tim Saber Pungli Tegaskan, Pungut Uang Perpisahan jangan Libatkan Kelas Bawah
Oleh : Habibie Khasim
Rabu | 03-05-2017 | 19:38 WIB
Wakil-saber-pungli-Tanjungpinang-Rosita-400x192.gif Honda-Batam

Wakil Ketua Tim Saber Pungli Tanjungpinang, Rosita (Foto: Habibie Khasim)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Wakil Ketua Tim Saber Pungli Tanjungpinang, Rosita, mengimbau kepada pihak sekolah se-Tanjungpinang, jika ingin memungut uang perpisahan dan telah disetujui sesuai dengan prosedur, maka yang diperbolehkan dilakukan pemungutan hanyalah siswa kelas akhir. Sedangkan untuk siswa yang ada di bawahnya, tidak diperbolehkan memungutnya.

Kepala Inspektorat Kota Tanjungpinang tersebut mengatakan, hal yang salah kaprah di saat memungut uang perpisahan di sekolah adalah, siswa kelas bawah pun dilibatkan. Padahal, yang ingin melakukan perpisahan adalah kelas akhir. Harusnya, mereka saja yang dipungut biaya uang perpisahan, bukan malah menyeluruh hingga ke siswa kelas di bawahnya.

"Jika menyeluruh, harusnya guru dan Kepala Sekolah juga menyumbang dong. Tapi pada prakteknya kan hanya siswa yang dipungut. Kita melarang keras, jika pungutan itu juga dilakukan kepada siswa kelas bawah, di setiap jenjang pendidikan," tutur Rosita saat dihubungi, Rabu (3/5/2017).

Rosita mengatakan, cara pihak sekolah untuk mendapatkan dana yang banyak dan ego sekolah yang ingin membuat acara yang besar dengan mengorbankan siswa kelas bawah ini salah. Inilah yang sering membuat pungutan itu menjadi gejolak, karena banyak wali murid kelas bawah yang tidak setuju dengan aturan tersebut.

"Yang mau perpisahan kelas tiga misalnya, ya kelas tiga saja yang melakukan iuran perpisahan. Jangana lah libatkan siswa kelas satu dan kelas dua. Ini yang sering membuat gejolak, ingin buat acara besar, malah siswa kelas satu dan kelas dua yang turut membayar," tutur Rosita.

Memang dari beberapa tahun belakangan, sebelum adanya Tim Saber Pungli, pihak sekolah dan Komite Sekolah sangat leluasa melakukan pungutan perpisahan. Mereka sudah kongkalikong untuk memuluskan pungutan tersebut terlaksana. Siswa kelas bawah pun akhirnya hanya pasrah. Meskipun "terpaksa" membayar uang tersebut, pihak sekolah seperti tidak mau tahu dan tidak ingin melihat keterpaksaan tersebut.

Hal ini yang menurut Rosita, sebuah kesalahan besar. Harusnya, pihak sekolah sebagai pendidik, memberikan jalan ke luar atau mengakomodir pihak-pihak yang tidak setuju tentang adanya pungutan. Namun faktanya, pihak sekolah seperti tidak mau tahu dan menghalalkan pungutan yang dibayarkan tanpa keikhlasan.

"Kita terbentuk untuk meminimalisir praktek seperti ini. Selain mengenhentikan pungli, kita juga menghentikan praktek yang bisa merusak psikologi siswa dan hal-hal yang bisa merusak image guru di mata wali murid. Makanya, kita sangat selektif dalam memberikan rekomendasi pungutan," tutur Rosita.

Rosita bersama Ketua Tim Saber Pungli, Wakapolres Kompol Andy Rahmansyah, mengharapkan pihak sekolah dapat lebih bijak dalam melakukan pungutan. Dia menegaskan, meskipun diperbolehkan, rangkaian demi rangkaian prosedur yang telah ditetapkan untuk melakukan pungutan harus dilakukan dengan benar.

"Jika bermusyawarah, pihak sekolah harus mengakomodir wali murid yang tidak setuju. Persetujuan harus di dalam 100 persen, jika tidak dan ada beberapa yang keberatan dengan alasan ekonomi, maka harus dilakukan subsidi silang. Dan jika memang ada yang keberatan karena hal-hal lain, wajib diakomodir dan sebaiknya kegiatan tidak dilakukan," tutur Rosita.

Editor: Udin